Wajah Pulau Nguan Setelah Dirambah Akses Seluler
SEKARANG, teknologi telepon seluler bukan barang langka. Di Batam saja, sederet operator seluler berlomba menawarkan layanan untuk konsumennya. Tapi, apa teknologi itu sudah diterima merata oleh masyarakat?
Di Pulau Nguan yang terletak di ujung jalan trans Batam-Rempang-Galang (Barelang), akses komunikasi itu baru dinikmati sejak pertengahan tahun lalu. Tapi, hasilnya, benar-benar membuat perubahan yang positif.
Pulau Nguan terletak sekitar 20 menit perjalanan laut menggunakan pancung dari jembatan 6 Barelang. Sedang jarak Batam ke jembatan 6 bisa ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 2 jam. Pulau yang masuk dalam kecamatan Galang ini hanya berpenduduk 167 kepala keluarga. Sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah nelayan.
Di pulau ini, kehidupan masyarakatnya masih sederhana. Namun begitu, sudah ada percampuran budaya. Penduduknya tidak hanya etnis melayu saja. Tapi etnis pendatang seperti Bugis, Flores, Batak, Jawa dan Tionghoa juga sudah berbaur sebagai penduduk tempatan.
Akses yang jauh dan letak terpencil, kadang menyulitkan warga pulau Nguan. Apalagi musim angin utara seperti sekarang. Akses keluar pulau sering kali jadi terputus. Belum lagi infrastruktur dan fasilitas umum yang terbatas. Untuk menikmati listrik saja, mereka hanya bermodal genset yang bahan bakarnya didapat dari luar pulau. Sementara fasilitas pendidikan formal hanya ada satu yaitu SDN 017.
Tapi untunglah, teknologi sudah masuk ke pulau Nguan sejak pertengahan tahun lalu. Warga sudah bisa menikmati komunikasi seluler. Satu-satunya sinyal yang bisa ditangkap adalah sinyal dari operator XL. XL memang sengaja mendirikan basis transmisi di pulau ini sejak tahun 2007.
Jadi, jangan heran bila setiap warga yang memiliki ponsel, pasti menggunakan XL. 99 persen penduduk pulau Nguan memang pakai XL. Bagi masyarakat pulau Nguan, teknologi seluler yang dipakai bukan untuk gagah-gagahan. Tapi untuk mendukung aktivitas mereka sehari-hari dan membuka isolasi daerah ini dari luar.
Ada cerita unik tentang penggunaan ponsel oleh masyarakat pulau Nguan. Jauh sebelum sinyal XL masuk ke sini, mereka sebenarnya sudah punya ponsel dengan memakai operator seluler lain. Tapi, berhubung tidak ada satu sinyal pun yang bisa ditangkap di sana, mereka harus menyeberang ke Galang atau ke Tanjungpinang untuk sekedar bisa menggunakan ponsel yang dimiliki.
‘’Kondisi begitu, membuat kami jarang pakai hape. Komunikasi juga masih sulit,’’ ujar Mansyur Syah, salah seorang warga Pulau Nguan, Selasa (8/1).
Cerita Mansyur yang bekerja sebagai guru di Taman Pendidikan Al Quran Masjid Nurul Falah Pulau Nguan, gara-gara tidak bisa digunakan di pulaunya, dia lebih banyak menyimpan ponsel daripada menggunakan. Praktis, untuk berkomunikasi sehari-hari, ia dan juga warga lainnya masih menggunakan cara lama. Mendatangi orang yang diperlukan atau menyampaikan pesan dari mulut ke mulut.
Tapi sekarang tidak perlu repot lagi. Dengan adanya sinyal XL di pulau ini, segala urusan terasa jadi lebih mudah. Ambil contoh soal silaturahmi dari penduduk yang tinggal di sana. Karena pulau Nguan terdiri dari berbagai suku, warganya tentu memiliki sanak keluarga di tempat lain. Komunikasi dan silaturahmi jadi begitu terbantu dengan adanya sinyal XL.
Lain lagi cerita warga bernama Ahmad. Pria setengah baya yang bekerja sebagai nelayan di pulau Nguan. Ia merasakan perubahan besar dengan pola kerja tradisional yang dilakukannya.
”Sekarang kalau mau jual ikan ke luar pulau jadi gampang. Tinggal telepon tauke dan membicarakan harga. Kita bisa memastikan hasil tangkapan. Tidak seperti dulu yang mesti mendatangi tauke di luar pulau,’’ kata Ahmad.
Selain memudahkan aktivitas kerja Ahmad, ia juga cukup diuntungkan dengan hadirnya sinyal seluler di pulau ini. Soalnya selain sebagai nelayan, Ahmad juga nyambi bekerja sebagai pemandu dan menyewakan perahu untuk para turis Singapura yang ingin memancing di sekitar perairan pulau Nguan. Jika tamu -tamu Ahmad mau datang, sekarang mereka tinggal menghubunginya terlebih dulu. Ahmad jadi bisa mempersiapkannya lebih matang. Dan yang jelas, ia bisa lebih mengatur waktunya.
‘’Semisal ada tamu, saya jadi bisa mengatur waktu. Jadi tak usah pergi melaut,’’ ujar pria itu sambil tersenyum.
Nelayan di pulau Nguan juga jadi punya kebiasaan baru saat melaut. Selain kail dan jala, ponsel jadi barang bawaan lain untuk dibawa. Apalagi di musim angin utara seperti sekarang. Dengan ponsel, mereka jadi bisa saling berkomunikasi dengan lebih cepat tentang perubahan cuaca terhadap sesama mereka.
”Kalau ada kemalangan keluarga, saya juga jadi lebih cepat tahu,’’ tambah Ahmad.
Perubahan berkaitan masuknya teknologi seluler di pulau ini, memang jadi mengubah
pola hidup masyarakatnya. Perubahan yang membawa dampak positif bagi kehidupan. Mereka.
(*)
Postingan ini pertama kali diunggah pada 16 Mei 2008 di blog lama saya : noesaja.wordpress.com