Bintoro SuryoBintoro SuryoBintoro Suryo
  • Catatan
    • Cerita
    • Humaniora
    • Lingkungan
    • History
  • Pandang Dengar
    • Potret
    • Inspirasi
  • Persona
    • Otak Lelaki
    • Puan
    • Keluarga
    • Kanal Teman
  • Sisi
    • Varia
    • Fiksi
    • Impresi
    • NulisRingkas
Bintoro SuryoBintoro Suryo
  • Catatan
  • Pandang Dengar
  • Persona
  • Sisi
Cari
  • Catatan
    • Cerita
    • Humaniora
    • Lingkungan
    • History
  • Pandang Dengar
    • Potret
    • Inspirasi
  • Persona
    • Otak Lelaki
    • Puan
    • Keluarga
    • Kanal Teman
  • Sisi
    • Varia
    • Fiksi
    • Impresi
    • NulisRingkas
Ikuti Kami
Copyright 2004 - 2025, bintorosuryo.com. Desain oleh Beplus Indonesia
Humaniora

Kesetiaan Sampai Mati

Oleh Bintoro Suryo
Diterbitkan pada: 21 Mei 2008
491 x dilihat
Sebarkan
Ilustrasi, debut art

DI kaki gunung Raung (3332 meter dpl), perbatasan Situbondo – Banyuwangi, pernah hidup seorang wanita tua. Tanpa air, saudara atau tetangga. Orang desa yang tinggal di jarak 10 kilometer dari tempatnya, menyebut wanita itu sebagai kuncen gunung Raung. Wanita tua yang hidup menyendiri bersama makam suaminya.

Namanya memang tidak setenar mbah Marijan yang jadi kuncen gunung Merapi. Keberaniannya juga tidak pernah teruji seperti mbah Marijan yang jumawa menantang letusan gunung saat Merapi meletus. Tapi kebulatan tekadnya pada kesetiaan sempat membuat hati saya terenyuh.

Mbah Serani. Seorang wanita berusia 78 tahun. Itu adalah usia saat saya berkunjung ke kediamannya yang sangat sederhana 12 tahun lalu. Orang-orang desa yang bernama Sumber Wringin, sering menyebut lokasi tempat tinggal mbah Serani sebagai pondok motor.

Maksudnya, di sinilah lokasi terakhir kendaraan roda dua bisa digunakan di jalan makadam (bebatuan, red) yang mendaki. Selanjutnya adalah jalan setapak kecil yang hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.

Tidak ada sumber mata air di sana, termasuk sumur. Air memang sesuatu yang langka bagi warga yang tinggal di kaki gunung tersebut. Untuk mendapatkan air, warga harus “turun” hingga ke desa tetangganya. Termasuk juga mbah Serani. Sekali waktu ia “turun” untuk mengambil persediaan air. Namun, tak jarang ada juga warga yang berbaik hati mengantarkan persediaan air untuknya.

Apa yang dilakukan si-mbah di tempat terpencil seperti itu?

Ia mengaku punya tugas menjaga gunung Raung bersama suaminya. Pun, saat sang suami sudah meninggal. Oh ya, saya hampir lupa mengatakan bahwa si-mbah tidak bisa berbahasa Indonesia. Ia cuma kenal satu bahasa, bahasa Madura.

Ada cerita yang membuat saya trenyuh. Suatu saat seorang warga yang cukup berbaik hati, datang menyambangi mbah Serani dan suaminya sambil membawa persediaan air dan bahan makanan ala kadarnya. Beberapa waktu kemudian, ia datang lagi.

Tapi yang ditemui cuma si-mbah sendiri. Saat ditanyakan kemana suaminya, si-mbah menjawab sedang beristirahat sambil menunjuk gundukan tanah persis di depan pondok rumahnya. Makam sang suami! Ia ternyata menggali sendiri lubang makam saat suaminya meninggal, kemudian mengebumikannya di sana.

Saat berada di sana, saya jadi tahu. mbah Serani ternyata tidak pernah mengganggap suaminya meninggal. Beberapa kali, di tengah aktifitasnya menyapu halaman atau mencari kayu bakar, ia mendatangi makam suaminya. Mengajak berbicara kemudian menepuk-nepuk gundukan tanah yang sudah keras tersebut. Begitu terus, berkali-kali.

Melalui jasa seorang warga setempat yang saya bawa sebagai penerjemah bahasa Madura, saya sempat ngobrol bersamanya. Ada dua hal yang membuat ia tetap tinggal menyendiri di sana. Pertama, “tanggung jawab”-nya untuk menjaga gunung Raung. Kedua, keinginannya untuk tidak mau berpisah dengan sang suami.

Kalau ingat beliau, kadang saya juga jadi ingat film Dantes Peak. Film yang dibintangi Pierce Brosnan tentang letusan gunung berapi di sebuah kota kecil di Amerika Serikat. Walikota daerah kecil yang terletak persis di kaki gunung tersebut, punya ibu yang tinggal menyendiri.

Persis di kaki menuju puncaknya. Pierce Brosnan adalah seorang ahli vulkanologi yang bisa mendeteksi dengan tepat bahwa gunung tersebut akan segera meletus. Saat letusan gunung terjadi, ibu tua tersebut ternyata tetap tidak mau meninggalkan kediamannya. Alasannya sederhana. Ia tidak ingin meninggalkan kenangan yang sudah dibangun bersama almarhum suaminya.

Rada mirip, tapi beda. Walau sama-sama tinggal di gunung yang masih aktif, mbah Serani mungkin belum pernah merasakan letusan yang terjadi di gunung Raung. Satu lagi, yang satu adalah kisah fiksi ilmiah bertema disaster. Sementara yang di gunung Raung adalah nyata.

(*)

KAITAN:gunnung raunghumaniorakesetiaanmbah seranisetia
Sebarkan Artikel Ini
Facebook Whatsapp Whatsapp Email Copy Link
Artikel Sebelumnya Manusia Belerang
Artikel Selanjutnya Manusia Belerang
Tidak ada komentar Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ikut Berkontribusi sebagai Volunteer

Kami adalah bagian dari komunitas yang mengembangkan literasi digital, media monitoring dan penyelamatan lingkungan hidup.
Ikut Bergabung

UPDATE

“Tanpa Jalan Setapak di Poelau Laoet dan Kampoeng Midai”
History
8 November 2025
74 x dilihat
Metamorfosa Lingua Franca; Indonesia
Impresi
29 Oktober 2025
191 x dilihat
“Gunung Ranai yang Menjulang, Kekah yang Malang”
History
16 Oktober 2025
120 x dilihat
“Menyusur Kampung-kampung di Boengoeran”
History
9 Oktober 2025
112 x dilihat
Boengoeran, Belle Isle di Kepulauan Tujuh
History
26 September 2025
156 x dilihat

POPULER

Humaniora

Selat Panjang ; “Tanah Jantan”

Oleh Bintoro Suryo
2.4k x dilihat

Kapan Pemerintahan Kota Batam Berdiri?

Oleh Bintoro Suryo
2k x dilihat

Menelusur Nongsa Masa Lalu

Oleh Bintoro Suryo
2k x dilihat

Apa Yang Bisa Kita Pelajari Dari Pohon?

Oleh Andri Susi
1.9k x dilihat

Ikuti Kami:

Akses Cepat

  • YLGI
  • GoWest.ID
  • Sultan Yohana
  • Beplus Indonesia

Fitur

  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kebijakan Privasi

Catatan Kuki

Situs kami menggunakan third parties cookies untuk meningkatkan performa konten dan artikel yang diterbitkan

Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?