Berbagi Jangkauan Bersama Lawan
Andai Konsep MTT diterapkan di Batam
JUMLAH menara milik operator seluler yang ada di Batam sekitar 250 unit. Jika konsep menara telekomunikasi terpadu (MTT) jadi diterapkan, mungkin mereka harus ‘’mengandangkan” seluruh asetnya tersebut. Itu sama dengan investasi senilai Rp500 miliar dengan asumsi pembangunan satu menara menghabiskan dana Rp 2 miliar.
Sudah hampir setahun belakangan, Diah Rahmawati seorang ibu rumah tangga yang juga bekerja di sebuah perusahaan elektronik di Batamindo resah. Hanya beberapa meter dari lokasi rumahnya di salah satu perumahan di Batam, sebuah menara milik salah satu operator seluler siap berdiri. Pembangunannya memanfaatkan lahan sebuah rumah yang tepat berada di tengah blok perumahannya.
Bangunan lama sudah dibongkar dan menyisakan tanah kosong seluas 112 M2. sebagai gantinya, sekarang sudah berdiri tapak-tapak tower yang nantinya akan menopang menara seluler setinggi lebih kurang 20 meter di atasnya. Diah resah karena rencana keberadaan menara tersebut bisa jadi berbuah petaka. Yang paling ditakutkan adalah menara roboh dan menimpa rumahnya yang dibeli dengan sistem cicilan KPR sejak beberapa tahun lalu. Akal sehat Diah juga tidak bisa terima. Bagaimana bisa lahan yang dulunya sudah berdiri bangunan rumah tinggal, mendadak dirobohkan dan siap berganti jadi menara seluler. Ini jelas bukan bagian dari fasilitas perumahan yang dulu dijanjikan developer kepada calon penghuni saat awal membeli lokasi perumahan itu dulu!
Keresahan bercampur jengkel, bahkan dirasakan Arif, tetangga Diah yang lokasi rumahnya bersebelahan dengan rumah yang sekarang sudah dibongkar tersebut. Pembongkaran beberapa waktu lalu menyebabkan beberapa bagian rumah Arif yang bersebelahan jadi ikut rusak. Belum lagi jika petaka seperti yang ditakutkan Diah terjadi. Keluarga Arif akan jadi orang pertama yang menerima nasib naas tersebut.
Diah, Arif dan puluhan kepala keluarga lain di perumahan itu sekarang memang sedang harap-harap cemas. Perjuangan untuk menolak pembangunan menara seluler di lingkungan tempat tinggal mereka, memang terus gencar dilakukan. Tapi sampai sekarang, belum ada tanda-tanda kejelasan. Pembangunan menara memang berhenti sementara waktu. Tapi tidak ada yang bisa memberi jaminan bahwa penghentiannya akan benar-benar total diberlakukan. Sebagian kalangan ada yang menilai inilah salah satu konsekuensi dari persaingan yang sedemikian sengit di bisnis seluler.
Persaingan antar operator memang sudah tidak bisa dielakkan lagi. Tidak hanya soal tarif dan program promo. Persaingan juga meliputi perluasan area terjangkau (covered area) oleh masing-masing perusahaan operator seluler. Sekarang, konsumen tidak hanya sekedar menuntut tarif yang murah. Tapi juga kehandalan sinyal yang harus didukung dengan area terjangkau yang bagus. Salah satu strategi yang harus dilakukan adalah dengan menambah jumlah menara-menara BTS dari yang sudah ada saat ini.
Di Batam, Badan Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Pemko Batam mencatat ada sekitar 250-an unit menara dari 8 perusahaan operator seluler yang beroperasi saat ini dan provider menara. Pembangunannya dilakukan di atas tanah milik sendiri atau dengan sistem sewa. Penempatan menara seluler tersebar di berbagai lokasi. Para operator seluler tidak hanya memanfaatkan menara yang dibangun di atas lahan sendiri atau sewa. Tapi juga sudah memanfaatkan gedung-gedung tinggi, atap ruko atau hotel tanpa tower. Persaingan yang sedemikian ketat, membuat beberapa diantaranya bahkan mengabaikan ketentuan yang berlaku tentang pendirian menara seluler.
Konsep menara bersama yang belakangan digulirkan pemerintah dan rencananya diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Menara Telekomunikasi Terpadu (MTT), dinilai bisa jadi obat mujarab untuk mengatasi ancaman ‘hutan menara” di Batam pada masa 20 tahun mendatang. Atau, pembangunannya yang bisa tidak sejalan dengan perencanaan serta estetika sebuah daerah atau kota. Di Batam dengan jumlah menara seluler yang mencapai 250 unit, konsep serupa juga sedang diusulkan untuk realisasinya. Jika wacana menara terpadu jadi diterapkan, rasa was-was orang seperti Diah dan Arif mungkin bisa terjawab. Atau paling tidak, penempatan menara seluler akan jadi lebih tertata.
Peluang pembangunan menara terpadu dengan konsep penanaman menara bersama, dinilai pemerintah akan mampu menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui penerimaan pajak, disamping dapat mempertahankan estetika kota. Dari segi pengontrolan, hal itu juga jadi lebih mudah dilakukan termasuk pengontrolan keamanannya. Pemko Batam akan menggali PAD dari retribusi MTT, targetnya Rp3,6 miliar di tahun 2009.
Kepala Badan Komunikasi dan Informatika Pemerintah Kota Batam, Muramis mengatakan konsep Menara Telekomunikasi Terpadu (MTT) bahkan sudah mulai diterapkan. Sesuai kajian Otorita Batam dan Pemko Batam, kota ini memerlukan 150 MTT untuk menjangkau area Batam.
‘’Saat ini sudah ada 49 MTT yang dibangun dan sudah bisa digunakan oleh semua operator seluler. Sisanya akan segera dibangun. Satu MTT bisa digunakan oleh 8 provider,’’ ujar Muramis.
Usulan tentang menara bersama sebenarnya juga sudah pernah masuk dalam pembahasan di tingkat legislatif. Anggota Komisi III DPRD Batam, Onward Siahaan mengaku penerapan menara bersama memang sudah seharusnya diterapkan di Batam. ”MTT akan diperdakan sebelum bulan 4 (April-red) di 2009, ‘’ ujar Onward.
Hitung-hitungan Onward, jika Menara Telekomunikasi Terpadu (MTT) atau menara bersama direalisasikan, hal itu bisa mendatangkan sumber baru bagi PAD Batam. Meski Pemerintah Kota Batam menargetkan PAD retribusi MTT sekitar Rp3,6 miliar di tahun 2009, tapi kata Onward potensi PAD dari retribusi MTT diprediksi jauh lebih besar. ‘’Kalau dari perhitungan, minimal Rp15 miliar yang bisa masuk ke kas daerah tiap tahunnya dari retribusi MTT. Satu MTT nantinya bisa dipakai 10 provider dan setiap provider yang ingin masuk ke MTT harus bayar,’’ kata Onward.
Sementara bagi operator seluler, pemerintah memandang mereka akan mendapatkan area terjangkau yang diinginkan dengan lebih cepat dan efektif. Operator tidak lagi dipermasalahkan dalam pembangunan jaringan. Tetapi bersaing di kualitas produk dan servis. Operator seluler juga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya investasi yang lebih besar dan mengurangi biaya operasi per menara karena dioperasikan secara bersama. Harapan akhirnya ada nilai positif yang bisa dinikmati konsumen, yakni penurunan tarif telepon serta layanan multimedia lainnya.
Soal menara bersama, Regional Sales Operation Manager (RSOM) PT Excelcomindo Pratama Tbk area Kepulauan Riau, Alex Burnama punya pemikiran sendiri. Menurut Alex, Penerapan menara bersama harus dilihat dari beberapa perspektif. Perspektif pertama, harus dilihat dari kepentingan masyarakatnya. Sejauh memberikan manfaat kepada masyarakat, ia mengaku setuju. Perspektif kedua, tentu harus dilihat dari sisi strategi bisnis masing-masing Operator. Apakah posisi Menara Bersama akan memberikan daya jangkau dan kualitas yang baik untuk performa jaringan, atau malah sebaliknya. Sementara perspektif ketiga adalah soal efisiensi. Sejauh memberikan efisiensi bagi Operator dan penyelenggara Menara Bersama, kemungkinan tawaran menara bersama akan disetujui.
Untuk saat ini, PT Excelcomindo Pratama Tbk sebenarnya sudah tidak mengelola sendiri menara untuk BTS mereka. Dari 164 BTS yang tersebar di seluruh Kepri, 10 yang berada di Batam sudah ditempatkan di menara bersama punya pihak ketiga pengelola menara seluler. Sisanya yang sekitar 90 %, dijual ke perusahaan baru dan XL memanfaatkannya dengan sistem sewa.
Dengan jumlah BTS yang dimiliki XL saat ini, 80 % wilayah di Kepulauan Riau sudah terjangkau jaringan mereka. Tahun 2009, XL bahkan berencana memperluas jaringan di Kabupaten Anambas (Matak dan Tarempa), Kabupaten Natuna, dan Kabupaten Lingga. Untuk Batam dan Bintan, 95 persen sudah dijangkau dengan baik oleh jaringan mereka. Target mereka, semua kecamatan di Kepulauan Riau bisa dijangkau jaringan XL dengan kualitas jaringan yang baik.
‘’Jika penerapan menara bersama direalisasikan, pemerintah juga harus mengakomodir strategi bisnis masing-masing operator seluler,’’ ujarnya.
Di lain pihak, Head of Branch Indosat Batam Harris Purwanto mengatakan, Indosat sebagai perusahaan publik mendukung semua aturan yang dibuat oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Termasuk wacana menara bersama dan realisasi penerapannya di Batam. ‘’Tapi Kami akan memberikan masukan-masukan jika diperlukan,’’ ujarnya.
Sebab, dalam penerapan menara bersama perlu kajian mendalam karena dampaknya sangat besar. ”Terutama dampak pada pelanggan dan masyarakat pengguna seluler. Dengan 150 MTT di Batam itu apakah sudah bisa menjangkau semuanya. Apakah lokasi titik MTT itu sudah sesuai. Sebab semakin padat penduduk, biasanya akan makin banyak BTS,’’ ujar Harris.
Jumlah BTS dan dimana lokasi titik BTS merupakan hal yang sangat penting terkait dengan kualitas layanan jaringan oleh operator seluler. Menurut Harris, jika lokasi MTT tidak sesuai, otomatis sinyal jadi kurang bagus. Imbasnya masyarakat pun jadi terganggu komunikasi dan pihak operator seluler berkenaan langsung dengan kualitas jaringannya menjadi kurang baik.
Lebih jauh Harris mengungkapkan, penggunaan menara bersama oleh beberapa operator seluler dalam satu menara secara teknis tidak gampang. Soalnya akan berpengaruh pada kualitas layanan dan luas area yang bisa dijangkau oleh operator seluler. Ambil contoh BTS operator seluler A yang posisinya di atas dan operator seluler B yang diletakkan di tengah dan operator seluler C letaknya sedikit di bawah. Perbedaan posisi itu akan berpengaruh terhadap sinyal yang bisa dijangkau mereka. “Apakah nanti Operator Seluler C yang letak BTS-nya sedikit di bawah mau terima karena wilayah yang dijangkau lebih kecil dibanding Operator Seluler A?’’ ujar Harris balik bertanya.
Hal yang senada juga diungkapkan Direktur Interconection dan Regulatory Three (3) Seluler, Sidarta Sidik. Sebagai pemain baru di Batam, Three Seluler akan mendukung penerapan menara bersama di Batam. ‘’Asalkan petunjuk teknis untuk menara bersama yang akan digunakan beberapa operator seluler harus jelas,’’ ujarnya.
Penerapan menara bersama dinilai Sidarta bisa mempercepat layanan jaringan Three (3) di Batam daripada membangun menara sendiri. Di samping itu menurutnya, dengan penerapan menara bersama lingkungan kota akan lebih rapi karena pendirian menara BTS lebih tertata.
Pemerintah sepertinya tidak main-main dengan rencana penerapan Menara Telekomunikasi Terpadu (MTT) untuk dipakai para operator seluler. Sosialisasi tentang rencana itu juga sudah berjalan. Tinggal lagi penerapannya di masing-masing daerah yang akan diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) . Tapi, apa benar penerapan menara bersama oleh pemerintah akan mampu memangkas biaya operasional dari masing-masing operator seluler?
“Terlalu dini kalau menyebut penerapan menara bersama secara langsung akan menurunkan biaya operasional. Saat ini banyak operator baru yang menyewa menara milik operator lainnya, dan itu sudah pasti efisiensi karena mereka tidak perlu membangun menara baru”, ujar Alex Burnama dari PT Excelcomindo Pratama.
Dengan sistem sewa seperti yang dilakukan XL saat ini, mereka mengaku bisa menghemat 100 % untuk biaya produksi menara. Sementara untuk biaya perawatan sekitar 10-15 %. Three seluler juga sudah merasakan dampak efektifitas dengan strategi sewa menara kepada pihak ketiga yang dilakukannya selama ini. Dari seluruh BTS yang mereka gunakan, sebagian dari menara BTS yang digunakan Three Seluler adalah milik perusahaan lain yang digunakan dengan sistem sewa. Dengan kebijakan seperti itu, mereka bisa memangkas biaya produksi menara seperti halnya XL.
Sebagai contohnya, untuk membangun 1 menara (dalam pengertian membangun menara standar BTS) sendiri, perusahaan operator seluler harus mengeluarkan dana sampai Rp 2 miliar. Makin tinggi menaranya, makin lengkap peralatannya, makin tinggi juga biayanya. Untuk BTS yang harus menggunakan saluran satelit untuk transmisi, biayanya akan sangat besar. Selain itu, memiliki menara BTS sendiri juga harus mengeluarkan anggaran dana untuk biaya operasional. BTS yang belum terjangkau jaringan PLN harus menggunakan genset setiap hari dan tidak boleh mati. Bisa dibayangkan berapa biaya BBM untuk genset setiap bulannya. Biaya yang besar juga akan dikeluarkan oleh operator seluler, jika ada peningkatan perangkat dilakukan sesuai kebutuhan. Tuntutan kompetisi membuat peningkatan perangkat diperlukan sehingga kapasitas percakapan kualitas sinyal pun jadi lebih baik.
Indosat yang sudah lebih dulu ada di Batam yaitu sejak 1994 memang memiliki menara BTS sendiri. Jumlah BTS yang dimiliki Indosat ada 13000 BTS di seluruh Indonesia. Untuk Batam, saat ini 90 persen sudah terjangkau dengan baik oleh mereka. ‘’Sebagian menara yang kita miliki juga sudah disewakan kepada operator seluler lain, ‘’ ujar Harris Purwanto.
Di luar operator seluler yang sudah lama eksis di bisnis ini, kebanyakan perusahaan operator seluler kelihatannya memang sudah berancang-ancang dengan penerapan aturan baru tentang Menara Telekomunikasi Terpadu (MTT). Selain menjual aset menara selulernya seperti yang dilakukan XL, langkah sewa seperti yang dilakukan operator seluler baru Three (3) sejak awal, memang meminimalkan dampak kerugian besar jika program MTT jadi diterapkan pemerintah.
Lantas, bagaimana dengan operator lain yang masih mengelola menara seluler sendiri atau operator menara yang punya bisnis inti dari menyewakan fasilitas menaranya kepada perusahaan seluler?
“Kalau MTT diterapkan di Batam, semua menara BTS yang dimiliki operator seluler saat ini harus dibongkar. Mereka harus menggunakan menara telekomunikasi terpadu yang baru, yang lebih tertata”, kata anggota komisi Tiga DPRD Batam, Onward Siahaan.
Menyikapi akan dibongkarnya menara BTS yang dimiliki operator seluler, Harris Purwanto dari Indosat berpendapat Indosat sebagai perusahaan publik menginginkan adanya pembicaraan bersama pihak yang berkepentingan untuk mencari solusi terbaik. Sebab dengan dibongkarnya menara BTS milik operator seluler, akan banyak pihak yang dirugikan, terutama masyarakat pengguna telekomunikasi dan operator seluler pemilik menara BTS.
‘’Membongkar menara BTS itu butuh biaya yang tidak sedikit. Kalau dibongkar siapa nanti yang menanggung. Selain itu, memindahkan BTS dari satu lokasi ke lokasi lainnya tidak mudah karena itu akan berkaitan langsung dengan jangkauan. Imbas lain adalah layanan komunikasi jadi terganggu,’’ ujar Harris.
Di Batam, saat ini ada sekitar 250 menara seluler. Jika konsep menara terpadu jadi diterapkan pemerintah, akan ada 250 menara yang akan dirobohkan. Itu sama dengan investasi senilai Rp 500 Miliar dengan asumsi pembangunan satu menara menghabiskan dana Rp 2 Miliar! Solusi lainnya? mungkin bisa dipikirkan tentang konsep penggunaan menara seluler yang sudah ada milik para operator seluler.
Menyikapi nasib menara BTS milik operator seluler yang sudah terlanjur ada, Kepala Badan Komunikasi dan Informatika Pemerintah Kota Batam Muramis mengatakan pemerintah akan mengakomodir menara BTS yang telah berdiri untuk dijadikan sebagai Menara Telekomunikasi Terpadu. ‘’Pemko Batam memberi kesempatan pada operator seluler / pengelola menara untuk melaporkan menara BTS yang mereka miliki, kita beri waktu sampai 2 tahun. Saat ini sudah ada perusahaan operator seluler yang melaporkan menara BTS yang dimilikinya,’’ ujar Muramis.
Nantinya setelah menara BTS dari operator seluler terdata dan tempo dua tahun yang diberikan telah habis, maka selanjutnya menara BTS milik operator seluler yang kebetulan berada di lokasi titik MTT, akan difungsikan sebagai sebagai MTT dan tidak akan dirobohkan.
‘’Tapi yang tidak sesuai dengan lokasi titik MTT, menara BTS milik operator seluler akan dirobohkan,’’ kata Muramis.
Oleh karena itu, Muramis mengimbau kepada operator seluler untuk segera melaporkan menara BTS yang dimiliki, agar menara-menara BTS yang dimiliki masing-masing operator seluler bisa terakomodir menjadi bagian MTT dan tidak dirobohkan.
Saat ini, Muramis meyakini masih ada menara-menara seluler di Batam yang berdiri tapi tidak berizin. Menurutnya menara yang tidak dilaporkan, tidak memiliki izin dan yang tidak sesuai dengan lokasi titik MTT, termasuk yang akan dirobohkan. Pemerintah yang akan merobohkan. Biaya untuk merobohkan menara akan dianggarkan Pemerintah Kota Batam.
Perusahaan operator seluler yang memiliki menara BTS sebenarnya juga tidak keberatan menara BTS-nya digunakan sebagai menara bersama. Seperti Indosat, dimana menara BTS milik mereka sudah ada yang digunakan bersama dengan operator seluler lain. ‘’Itu sudah ada dalam perjanjiannya, bahwa menara yang kita bangun bersedia untuk digunakan bersama dengan operator seluler lain,’’ ujar Harris.
Hal senada juga diungkapkan Sidarta Sidik, dari Three (3) Seluler. Saat ini sebagian BTS milik Three ditempatkan di menara bersama atau menyewa pada pengelola menara seluler.
Pemerintah memang tidak perlu membangun dari awal lagi. Tapi cukup dengan memanfaatkan menara milik operator seluler atau perusahaan jasa penyewaan menara seluler yang sudah ada untuk dijadikan menara terpadu. Pertimbangannya disesuaikan dengan rencana penempatan menara terpadu yang dibutuhkan untuk menekan kerugian lebih banyak. Pertimbangan juga bisa dilakukan dengan mengakomodir jumlah menara yang dimiliki operator seluler.
Ini memang perlu kajian yang mendalam. Tapi paling tidak bisa menekan biaya pembangunan menara baru dan menghindari dampak kerugian yang besar dari operator seluler dan provider menara. Menurut Peraturan Menkominfo Nomor 2 tahun 2008 tentang menara bersama juga disarankan bahwa menara telekomunikasi milik operator seluler yang sudah ada, seharusnya tidak dibongkar. Tetapi diarahkan untuk digunakan secara bersama.
“Yang perlu diperhatikan adalah lokasi menara yang menjangkau area operator. Kalau masalah peralatan di BTS tersebut kan masih tanggung jawab masing-masing, jadi tidak ada masalah. Yang jadi masalah adalah dimana titik lokasi menara bersama tersebut”, ungkap Alex Burnama dari PT Excelcomindo Pratama Tbk.
Koordinat lokasi BTS sangat penting bagi operator seluler karena itu menentukan wilayah mana yang dijangkau oleh BTS. Tapi jika lokasi MTT tidak bisa mengakomodasi daya jangkau sinyal milik operator, bisa dipastikan operator seluler akan banyak yang keberatan.
Keberadaan menara bersama memang harus mengakomodasi kepentingan beberapa pihak. Di sana ada kepentingan dan kebutuhan masyarakat yang ingin merasa nyaman dan aman. Ada juga kepentingan operator seluler dan kepentingan Pemerintah. Memang tidak mudah merumuskannya dalam sebuah aturan yang matang karena butuh kajian yang hati-hati, dalam dan tajam. Tentunya dengan spirit produktivitas dan efisiensi. Konsep semangat yang ingin diraih sebenarnya adalah penataan menara-menara tersebut sehingga tidak terkesan sembarangan dan merusak estetika suatu daerah serta merugikan masyarakat. Lebih jauh, ada pemasukan tambahan untuk kas daerah. Di lain pihak, konsep yang akan digulirkan diharapkan juga bisa mengakomodir secara objektif kepentingan operator seluler.
(*)
Postingan ini pertama kali diunggah pada 1 Januari 2009 di blog lama saya : noesaja.wordpress.com