Lagi Gress Buat Tren (LGBT)

MERASA jijik itu manusiawi, kok. Itu rasa yang muncul natural. Sama seperti rasa sedih, bahagia atau takut. Manusia lahir dengan rasa-rasa begitu. Itu hak dasar manusia yang bisa muncul secara alami.

Lantas, jika ada yang melarang, mencerca atau bahkan menghujat karena memiliki rasa jijik terhadap sesuatu hal karena alasan hak asasi dan kesetaraan, gimana?

Merasa jijik juga hak asasi, kok hehe.

—————
MISALNYA, gini. Banyak orang yang merasa geli dan bahkan jijik dengan tikus. Bukan tanpa sebab, lho. Ada alasan-alasan mereka memiliki rasa begitu.

Sementara beberapa kelompok orang lainnya justru menganggap biasa-biasa saja dengan hewan pengerat itu. Mereka mulai mengkampanyekan tentang kesetaraan perlakuan terhadap tikus agar bisa diterima lebih luas.

Kelompok yang jijik menyampaikannya secara terbuka bahwa mereka jijik dengan tikus. Kemudian, kelompok yang menganggap tikus biasa-biasa saja protes.  Kenapa tidak bisa misalnya memperlakukan tikus sama seperti kelinci?

Atau, memperlakukannya seperti kucing yang dielus dan disayang-sayang? Kenapa harus dibedakan rasanya?

Toh sama-sama hewan ciptaan Tuhan. Memangnya tikus bisa memilih untuk tidak diciptakan sebagai tikus?

Kemudian, atas nama perjuangan hak asasi, kelompok kedua mencerca kelompok pertama yang jijik terhadap tikus. Misalnya dengan menyebut mereka sebagai Bigot, kampungan dan ngga modern!

Tapi, ini kan soal rasa. Tentang hak merasa. Merasa juga hak asasi, kan?

————————
LAGI Gress Buat Tren (LGBT). Kita sering disorong-sorong dan bahkan separuh dipaksa dengan kata-kata untuk mengamini begitu saja tren yang sedang gress dan dengan sengaja dimunculkan. Misalnya soal kesetaraan tikus itu, hehe

Apakah jika tidak ada kampanye kesetaraan itu, tikus tidak diberi ruang hidup oleh kelompok manusia yang jijik? Rasanya tidak, kan. Banyak kok tikus di mana-mana.

Tikus baru akan dimusuhi atau bahkan dibasmi jika sudah mengacak-acak dapur kita, mengerat habis barang rumah tangga, mencuri stok bahan makanan atau jadi hama di sawah-sawah.

Kenapa? selain menyebalkan, keberadaan mereka di sekitar manusia juga merugikan dan rentan menimbulkan penyakit.

Mau menganggap tikus sama dengan hewan lain tanpa mempertimbangkan mudaratnya?  Silahkan saja. Tapi, seyogyanya juga menghormati hak banyak manusia yang menolak keberadaan tikus di sekitar mereka karena alasan-alasan tadi. (*)

Foto : Lukisan ‘Clown’ karya Pawel Kuczynski
Postingan ini pertama kali diunggah pada 15 Februari 2016 di blog lama saya : noesaja.wordpress.com
Bintoro Suryo

About Author /

Admin

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search