Kapo-Kapo di Tepi Samudera

ADA 23 kepala keluarga di sana. Total penduduknya 60-an jiwa. Pulau Kapo-Kapo termasuk salah satu wilayah terisolir di tepi samudera Hindia. Itu fakta sebelum program wisata di sana dikenal orang banyak.

Secara administratif, pulau itu masuk dalam wilayah kecamatan Koto XI Tarusan di kabupaten Pesisir Selatan.

Sekarang agak beda. Kapo-Kapo sudah berbenah. Program wisata sudah digulirkan di sana. Pulau indah yang dulu kurang dikenal orang itu, sekarang mulai ramai dikunjungi pendatang. Pasir pantainya putih dan berbeda dibanding pasir pantai di pesisir sumatera lainnya, menjadi salah satu daya tarik. Dari pulau ini, kita juga bebas memandang hamparan samudera Hindia di depan mata.

Pulau kapo-kapo agak tertutup oleh gugus pulau-pulau lain di sekitarnya jika dilihat dari arah bukit Mandeh di tepian Sumatera.

Akses paling mudah dan aman bisa melalui pelabuhan carocok tarusan. Kita hanya perlu melalui teluk dengan perairan tenang yang Indah. Dari atas bukit, teluk Indah itu hampir mirip Raja Ampat di Papua. Pulau itu masuk bersama 8 Nagari/ Desa lain di sekitarnya dalam kawasan wisata Mandeh.

Jalur menuju pulau Kapo-kapo baru terlihat setelah 20 menit perjalanan menggunakan perahu bermesin tempel. Pemerintah kabupaten Pesisir Selatan  sebenarnya sudah membangunkan sebuah pelabuhan terapung untuk memudahkan pendatang mengunjungi pulau ini. Tapi penempatannya perlu dipindah. Saat ini belum bisa digunakan.

Akses untuk menuju pulau ini, sementara harus melalui rerimbunan hutan bakau yang sudah diberi alur. Saat melalui alur bakau itu, seorang teman saya bilang, ini seperti menyusuri sungai-sungai di vietnam.

Saking sunyinya, yang lain malah menyebut perahu yang kami tumpangi seperti sedang membawa rombongan TKI yang akan diturunkan secara sembunyi-sembunyi di negara tujuan, hehe

Tapi yang jelas, alur ini alami dan Indah!

————-

ADA satu bangunan di sana yang sudah disiapkan untuk homestay/ rumah inap para pengunjung yang ingin tinggal lebih lama. Sebenarnya, itu bangunan biasa milik warga dengan kamar yang bisa disewa. Suasananya alami. Pengunjung bisa berbaur dengan warga asli yang baik dan ramah-ramah.

Kapo-kapo sepertinya dipimpin oleh seorang Wali Nagari/ kepala desa (ralat saya jika salah, pen). Rumahnya persis di samping pelabuhan tambat tempat kami akhirnya bisa berlabuh.

Seorang aparatur pemerintah yang setia mendampingi perjalanan kami saat itu, Ridwan bercerita, penamaan Kapo-kapo sebagai nama pulau yang indah ini, berasal dari kata Kepal-kepal dalam bahasa Indonesia.

Maksudnya, nama pulau ini diambil dari tindakan penduduk di sana pada zaman dulu yang sering mengepal-ngepal tanah untuk kemudian melemparkannya ke laut. Ridwan tidak meneruskan untuk menjelaskan lebih rinci, kenapa aktifitas mengepal tanah itu, dulu dilakukan penduduk di pulau itu. Saya juga tidak berusaha mendesaknya untuk menjelaskan lebih dalam.

Oh, ya. Karena terletak di tepian samudera yang langsung berhadapan dengan lautan bebas, pulau ini juga tidak luput dari ancaman tsunami. Ada satu bukit di sana yang sudah dibangunkan pondokan di atasnya untuk mengevakuasi warga jika kemungkinan buruk itu terjadi.

Di sepanjang lintasan menuju jalur evakuasi yang berupa hamparan rumput hijau yang meneduhkan mata, tanda penunjuk jalur evakuasi juga sudah dipasang rapi.

Warga tinggal mengikuti arah marka untuk berlindung dari amukan gelombang besar.

Topografi wilayah yang didominasi perbukitan, membuat tidak semua nagari di kawasan Mandeh bisa melihat proses matahari tenggelam. Kapo-Kapo adalah pengecualiannya.

———-
ADA beberapa pulau indah selain Kapo-Kapo di gugus pulau-pulau di teluk Mandeh, sebenarnya. Sekitar 15 menit sebelum menuju alur masuk ke pulau Kapo-Kapo, saya mendapati beberapa pulau indah itu.

Seperti pulau Cubadak. Itu pulau dengan gunung batu besar yang berdiri kokoh, tapi punya pantai landai yang indah. Beberapa resort sederhana seperti pondokan, sudah berdiri di sana.

Menurut Camat Koto XI Tarusan, Hadi Susilo yang juga ikut dalam rombongan kami, pulau itu sekarang dikelola oleh seorang Italia, rekan pria Perancis bernama Aurélien Brulé. Di Indonesia, ia lebih dikenal dengan nama Chanee Kalaweit. Aktifis lingkungan hidup yang konsen terhadap keberadaan Owa atau Siamang. Masih ingat Chanee Kalaweit, kan?

Kalaweit sempat ramai dibicarakan karena ikut menentang aktifitas pembakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan tahun 2015 kemarin. Kebakaran hutan juga berimbas buruk terhadap makhluk primata yang jadi konsentrasi penanganannya.

Di sekitar gugus pulau-pulau Mandeh ini, Kalaweit bersama yayasannya juga sempat melakukan aktifitas penangkaran Siamang Sumatera yang populasinya sudah makin menyusut beberapa tahun lalu. Setelah berhasil mengembalikan aktifitasnya ke alam, pria itu ternyata bercerita tentang keindahan alam di Mandeh ke temannya yang asal Italia.

Melalui kerjasama dengan Pemkab Pesisir Selatan, rekan Kalaweit sekarang mengelola pulau indah itu. Suasananya sepi. Sang rekan memang menawarkan wisata natural yang sepi ke wisatawan. Untuk menginap di resort-resort alami di sana, pengelolanya membanderol US$ 160 untuk wisatawan luar negeri. Sementara untuk domestik, cuma dihargai US$ 80 saja.

Di pulau Cubadak ini, anda benar-benar bisa menyepi dari hiruk pikuk aktifitas harian. Berteman dengan alam dan menikmati keindahannya. Jika anda suka aktifitas diving/menyelam, di sekitar lokasi yang memiliki kedalaman hingga 20 meter lebih itu juga cocok. Anda bisa mengeksplorasi kapal tua punya Belanda yang ditenggelamkan Jepang pada era perang dunia II lalu.

Di pertengahan bukit batu yang menjulang gagah di pulau itu, juga sudah dibuatkan pondokan kecil untuk memandang lepas perairan Mandeh dari ketinggian. Ada jalur tangga yang dibuat untuk sampai ke sana.

Jika saja saya tiba di pulau Cubadak dengan gunung batu andesitnya yang indah itu 20 tahun lalu, mungkin sudah saya petakan dan buat dokumentasi. Mengitari di sekelilingnya untuk survey jalur pemanjatan. Kemudian kembali beberapa bulan lagi ke sana dan melakukan ekspedisi pemanjatan tebing besar dengan sistem artificial climbing, hehe

Tapi, kenyataannya saya sudah cacat. Saya pernah jatuh dari ketinggian sekitar 15 meter saat mencoba memanjat sebuah tebing batu di Jawa Timur hampir dua puluh tahun lalu. Alhamdulillah, Allah masih menyelamatkan.

Saya masih sehat saat ini. Tapi Pergelangan tangan dan bahu bagian kanan saya patah dan tidak normal lagi sekarang.

Usia saya juga tidak muda lagi, kan? Hehe

———–
ADA kabar baik bagi anda yang ingin berkunjung ke sana. Bupati Pesisir Selatan yang mantan Reserse Narkoba di Mabes Polri, Hendrajoni bilang, akses ke kawasan wisata Mandeh dari kota Padang, bakal lebih cepat dibanding sekarang.

Saat ini, waktu tempuhnya sekitar 2,5 jam perjalanan darat dari kota Padang. Nanti, saat jalur baru lintas Painan – Padang yang sedang diupayakannya selesai tahun 2018 mendatang, jaraknya bisa lebih pendek lagi.

Cuma 1 jam perjalanan darat saja.

Untuk kawasan wisata, akses menuju lokasi yang mudah dan cepat, jadi salah satu penentu berkembangnya kawasan wisata, kan?

Menurut Hendra, paling tidak kondisinya sekarang sudah jauh lebih baik. Pemerintah daerah sudah mulai melengkapi infrastruktur pendukung.

Di pulau Kapo-Kapo yang dulu terisolir, sekarang tidak kurang dari 1000 lebih wisatawan yang berdatangan. Itu data sejak Januari hingga Maret 2016 saja. Belum di objek-objek wisata lain yang tersebar di 8 Nagari lain dalam kawasan wisata Mandeh.

Hendra optimis, jumlahnya akan terus bertambah seiring makin baiknya infrastruktur dan fasilitas yang kini tengah dipersiapkannya bersama masyarakat di sekitar lokasi.

Pulau Kapo-Kapo yang masuk dalam kawasan wisata Mandeh saat ini,  juga akan dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata (KEK).  Bupati Hendrajoni mengatakan bahwa lahan untuk KEK sudah dibebaskan bersama masyarakat dan ninik mamak setempat.

——-
ADA sektor pariwisata yang terus tumbuh di saat sektor lain yang jadi gantungan devisa Indonesia menunjukkan tren turun beberapa tahun terakhir.

Pada 2014 migas yang menghasilkan devisa U$ 30 miliar, turun menjadi U$18 miliar pada 2015. Sementara, batu bara dari U$ 20 miliar menjadi U$ 16 miliar. CPO (minyak sawit) dari U$ 17 miliar menjadi 15 miliar.

Untuk sektor pariwisata yang berada pada posisi keempat, justru tumbuh dari U$10,69 miliar menjadi U$11 miliar lebih. Menteri Pariwisata Arif Yahya saat ikut berdiskusi dengan kelompok forum Pemred se Sumatera baru-baru ini bilang, dengan kondisi itu pariwisata seharusnya bisa menjadi sektor unggulan di Indonesia untuk menghasilkan devisa.

Sektor pariwisata harusnya jadi prioritas pembangunan untuk Indonesia ke depan. Indonesia memiliki potensi destinasi wisata yang besar. Bila dikelola dengan tepat, tidak hanya bisa jadi penyumbang devisa terbesar. Tapi juga bisa mengalahkan penghasilan wisata Malaysia yang saat ini masih jauh lebih baik dari Indonesia.

Apalagi, modal yang diperlukan untuk mengembangkan sektor ini tidak sebesar sektor lainnya seperti migas.

Arif Yahya yang mantan CEO Telkom Indonesia Tbk itu, punya pemikiran tentang sebuah standar. Menurutnya, untuk mengejar peringkat sektor pariwisata sebagai ujung tombak devisa nasional, ia meminta pemerintah daerah di Indonesia menjadikan potensi-potensi wisata yang mereka miliki sebagai potensi yang bisa menjadi pemain dunia.

Untuk membangun dan mengembangkan potensi wisata yang ada, standar yang digunakan harus standar dunia. Dalam hal ini, saingan utama Indonesia adalah Malaysia, lalu Singapura dan Thailand. Perlu juga memikirkan strategi-strategi pengembangannya dengan menggunakan angka-angka dan data yang komprehensif.

Data dari Kementrian Pariwisata, Malaysia mendapatkan kunjungan 29 juta orang per tahun, Thailand 26 Juta orang, dan Singapura 15 juta orang.  Indonesia?

Dengan berbagai potensi yang dimiliki negara ini, ternyata kita baru bisa menjaring 10 juta wisatawan.

Rasanya, PR besar kita selain pembenahan objek-objek wisata dengan standar dunia seperti kata pak menteri, kita juga perlu menggenjot promosinya.

Promosi ke para calon wisatawan dan juga promosi ke masyarakat untuk mendukung lebih serius sektor ini.

Pariwisata merupakan peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan. Pariwisata juga menjanjikan peluang yang besar untuk menyediakan lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan masyarakat. Semoga di tahun-tahun ke depan sektor ini jadi lebih baik, ya.

(*)

Foto : Kawasan wisata Mandeh, Sumatera Barat
Postingan ini pertama kali diunggah pada 15 Mei 2016 di blog lama saya : noesaja.wordpress.com
Bintoro Suryo

About Author /

Admin

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search