Revolusi Itu Tidak Ikut Patron

KITA tahu, kok. Revolusi itu berubah. Tapi, kita cenderung mengantisipasinya dengan membenahi tambah sulam dengan patron yang sudah ada. Kita abaikan perubahan besar karena takut berubah.

Ada kekhawatiran dan rasa malas untuk bergeser dari zona yang selama ini kita percayai atau sudah membuat nyaman. Tapi, kemudian kita justru tenggelam.

Revolusi yang sukses itu yang ngepop. Dia ikut di jalur yang popular di masanya. Mereka yang ngepop, cenderung tahan banting dan ikut di alur revolusi. Yang terlalu konservatif, biasanya terbanting, kemudian hilang.

Revolusi itu tidak ikut patron yang sudah ada. Dia bisa sama sekali baru dan perubahannya cepat. Melakukan proses tambal sulam, perbaikan dan inovasi dengan patron yang sudah ada untuk mengantisipasi datangnya revolusi, bisa jadi salah. Dan biasanya memang salah.

Sudah banyak kok korbannya. Mereka yang terlalu jumawa dengan kondisi nyaman dan enggan berubah. Mereka terlalu percaya diri dengan apa yang sudah diraih.

Tapi, mereka tiba-tiba tumbang saat sedang euforia di puncak. Mereka terlambat mengantisipasi perubahan.

—————–
BETAPA hebatnya Uni Soviet dalam beberapa dekade. Orang yang hidup di zaman negara itu eksis, rasanya sudah bisa memetakan kekuatan dunia. Kalau tidak Uni Soviet di blok timur, berarti Amerika Serikat di blok Barat.

Ada persaingan yang menjurus di kedua blok. Ideologi dan paham yang dijalankan di Soviet, dianggap sebagai ancaman oleh mereka yang berseberangan.

Hanya dalam hitungan tahun sejak pemikiran Glasnos dan Perestorika, Soviet tumbang. Pecah dalam banyak negara. Kondisi serupa kemudian diikuti oleh banyak negara blok timur yang sepaham dengannya.

Chekoslovakia menjadi Cheko dan Slovakia. Yugoslavia juga tercabik dalam banyak negara baru. Ideologi dan paham yang dianut sebelumnya, tetap ada. Tapi lebih spesifik dan tidak luas lagi. Mereka ikut di alur perubahan dengan caranya sendiri.

Kalau mau ditarik lebih ke belakang lagi, anda juga bisa lihat bagaimana revolusi sosial di Perancis pada era 1789 – 1799 terjadi. Atau, bagaimana revolusi Industri merubah wajah dan cara orang melakukan aktifitas industri di Inggris pada era 1750 – 1850 dan tahun-tahun setelahnya di Eropa, Amerika dan bahkan dunia.

Indonesia? Salah satu contohnya adalah reformasi 1998 lalu. Banyak yang beranggapan bahwa orde baru merupakan zaman kegelapan Indonesia. Kita melihatnya dari kacamata sekarang. Kebebasan terbelenggu, TNI ikut berpolitik, corong informasi hanya dari pemerintah, tidak ada internet dan beragam alasan lainnya.

Tapi, tahu ngga? Hal-hal begitu mungkin cocok dilakukan di zamannya. Jika anda objektif, banyak sisi positif dan prestasi yang bisa ditarik. Kesalahan orde baru mungkin karena mereka terlambat menyadari tentang perubahan.

Pemilihan umum saban 5 tahun sekali itu hakikatnya juga revolusi. Revolusi bisa berlangsung mulus tanpa pergolakan. Bisa juga dengan pergolakan dan kehebohan besar. Dia bisa lahir dari popularitas alami atau popularitas yang dibuat atau dipaksakan.

——————–
REVOLUSI tidak melulu soal politis. Bisa juga bisnis. Dia tidak puitis. Tapi cenderung lugas. Mereka yang pesimis menghadapi revolusi, cenderung mengalir seperti air. Malas untuk berkreasi. Apalagi membuat inovasi baru.

Di gerbong revolusi, mereka mungkin tetap tercatat sebagai penumpang. Mencoba untuk ngepop di tengah penumpang popular. Tapi pola pikirnya masih konservatif.

Mereka sedikit beruntung karena tidak ikut terjungkal. Tetap ikut di arus revolusi. Tapi dengan konsep yang lebih spesifik dan mengecil. Tidak seperti dulu lagi.

Kemana Nokia, Siemens, Alcatel, Erricson di tengah gempuran telepon cerdas saat ini? Mereka itu merk yang mendominasi industri telepon seluler selama lebih satu dasawarsa lalu.

Di etalase pusat penjualan telepon seluler sekarang, merk itu tidak mendominasi lagi, kan?

Saya lebih sering melihat merk baru di era telepon cerdas. Yang mendominasi, ada Samsung, Iphone, lenovo, Xiaomi, Asus dan beberapa vendor baru lainnya. Mereka ini yang sekarang jadi pemain utama di industri telepon seluler masa kini. Blackberry sempat muncul dengan fenomena baru sebentar. Tapi karena ngotot mengekslusifkan diri dan abai dengan perubahan yang terjadi, ia terlempar.

Gempuran telepon cerdas juga sudah menggerus industri lain yang selama ini tidak menyangka bakal terimbas. Personal Komputer dan komputer jinjing contohnya. Vendor-vendor yang aktif di bisnis ini, rasanya terlalu sibuk dengan inovasi-inovasi di jalur patron yang sudah ada. Tapi mereka mungkin lupa. Ada ancaman revolusi kebiasaan pengguna teknologi.

Oh ya. Saya juga sempat kaget saat iseng melihat-lihat etalase ponsel di sebuah pusat perbelanjaan. Ada merk yang terbaca aneh di deretan telepon-telepon pintar yang dijual. Tapi sebenarnya sangat familiar di produk lain. Land Rover. Ini merk otomotif premium asal Inggris!

Land Rover rupanya mulai merambah ke bisnis telepon cerdas di samping tetap fokus menggarap bisnis otomotif premiumnya yang terbatas. Ini langkah bijak dan cara berdamai yang baik terhadap perubahan. Di deretan otomotif premium, Land Rover toh tidak bermain sendiri. Banyak pesaing baru muncul.

Untuk membedakan dengan ponsel cerdas lain, mereka tetap mencitrakan diri sebagai produk kuat untuk penggunaan outdoor. Land Rover membuat telepon pintar untuk penggunaan outdoor yang masih senafas dengan produk utama mereka di otomotif. Langkah serupa sepertinya juga diikuti oleh produsen otomotif outdoor lain, Jeep, yang juga mengeluarkan produk telepon seluler mereka dengan pasar khusus.

————

BISNIS media juga begitu. Banyak yang ketinggalan kereta karena terlambat menyadari perubahan. Kemudian muncul pemain-pemain baru yang lebih segar dan ngepop sesuai perubahan.

Televisi katanya tergolong jenis media yang lebih modern dibandingkan koran. Usia kepunahannya diprediksi masih lama. Tapi jika anda cermat, sebenarnya ada perubahan pola orang dalam mengakses tayangan berformat audio visual seperti yang selama ini disajikan dari sebuah layar televisi.

Dari mengakses di layar kotak yang ditempatkan fix (tetap, pen) sekarang mulai banyak yang mengaksesnya menggunakan telepon pintar secara bergerak (mobile). Cara mengaksesnya juga sudah semakin pintar. Mereka hanya menonton apa yang mereka suka dalam format video on demand (VoD).

Jadi bukan lagi segala suguhan yang disajikan oleh pengelola stasiun televisi dalam konsep program terjadwal yang mereka susun. Seperti cara bersiaran stasiun televisi konvensional saat ini. Bukan!

Jumlah orang yang mengakses cara bersiaran seperti itu semakin banyak sekarang. Yang paling banyak generasi mudanya. Jumlahnya akan makin signifikan dari tahun ke tahun dan akhirnya berubah jadi ngepop.

Cara mengakses tayangan berformat audio visual seperti itu akan menjadi popular dalam beberapa tahun mendatang. Berbanding terbalik dengan cara orang mengakses format audio visual dengan cara terestial seperti yang lazim sekarang.

Beberapa pengelola stasiun televisi sudah ada yang sadar terhadap pola ini. Mereka mulai menyiapkan infrastruktur menyongsong revolusi cara baru orang mengakses tayangan berformat audio visual. Banyak juga yang merupakan pemain baru yang sama sekali asing dengan bisnis televisi konvensional.

Pemerintah kita sendiri membaca perubahan cara bersiaran ini dengan mulai mengujicobakan siaran berformat digital pada 15 Juni 2016 (ralat saya jika salah, pen). Ini bentuk sosialisasi sekaligus cara mengantisipasi perubahan teknologi televisi. Upaya mengantisipasi revolusi siaran televisi. Tidak ada salahnya.

Anda tahu, mereka yang berpartisipasi di dalamnya, sebagian besarnya merupakan pemain baru di bisnis televisi, minus TVRI tentunya sebagai kepanjangan tangan pemerintah.

Yang lain? Ada yang mengembangkan format teknologi yang dipercayai akan booming ke depannya. Seperti siaran secara streaming, bersiaran melalui satelit menggunakan konsep pay tv dan free to air atau menggunakan teknologi Video on Demand itu. Ada juga yang masih terlena dengan menjalankan bisnis televisi secara konvensional.

Sebenarnya, tidak ada patron baku untuk menghadapi revolusi perubahan. Rumusnya cuma kreatif, inovatif dan direalisasikan. Sibuk berwacana dengan segudang ide yang tidak kunjung direalisasikan adalah hal yang percuma.

Patron revolusi adalah perubahan itu sendiri. Revolusi perubahan yang sukses adalah revolusi yang ngepop.

Anda yang memilih sendiri. Mau berubah atau ketinggalan kereta. (*)

Foto : Lukisan-lukisan karya Pawel Kuczynski.

Postingan ini pertama kali diunggah pada 12 Juni 2016 di blog lama saya : noesaja.wordpress.com
Bintoro Suryo

About Author /

Admin

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search