Yang Dibatalkan & Yang Jadi Viral

NIAT baik yang dilakukan dengan cara yang tidak benar, hasilnya mungkin sekali jadi tidak baik. Sayang sekali. Seharusnya pemerintah bisa mengkaji dulu kebijakan yang akan dikeluarkan sebelum dirilis ke publik. Seperti pembatalan ribuan Perda-Perda itu.

Saya berbaik sangka. Langkah pemerintah membatalkan ribuan perda itu berangkat dari itikad baik. Saya sendiri sebenarnya sudah teriak-teriak soal Perda-perda yang bermasalah itu sejak enam tahun lalu. Cek di sini :

Jumlahnya kurang lebih sama. Dibuat oleh para eksekutif dan legislatif di daerah dalam semangat otonomi. Sayang, pembahasan hingga pengesahannya banyak yang tidak dikaji lebih dalam untuk sangkutan hukum di atasnya. Lebih parah lagi, Perda-perda itu banyak yang tidak dikonsultasikan lebih dulu ke Mahkamah Konstitusi.

Presiden Jokowi melalui Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo beritikad baik membatalkan Perda-perda yang kontra terhadap kemajuan ekonomi. Yang tidak pro investasi. Dan yang utama, yang tidak berdasar.

Awalnya saya senang. Akhirnya ada yang berani memberangus Perda-perda yang tidak sesuai konstitusi itu. Jumlahnya ribuan. Seperti prediksi rekan saya yang mantan Litbang alumni Universitas Indonesia dalam tulisan saya terdahulu.

Tapi kemudian saya merasa ada yang janggal. Yang jadi viral di media sosial dan lini massa justru kok pemerintah memberangus Perda-Perda yang berhubungan dengan Islam?

Ini sumbernya dari mana ya? Ternyata ada yang hanya dari sepotong kliping koran yang juga tidak jelas sedang membahas berita tentang apa. Judulnya terpotong dan tidak terlihat di  foto yang sudah kadung menyebar luas itu. Koran yang menerbitkannya juga tidak jelas.

Mendagri Tjahjo Kumolo sendiri akhirnya harus sibuk mengklarifikasi kabar yang beredar tersebut. Apalagi, informasi yang tidak jelas tersebut sudah sampai digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk membenturkan umat Islam dengan pemerintah.

Kelompok yang lain justru menggunakan kabar ambigu itu untuk makin menyudutkan Islam dengan menyatakan perda yang bernuansa Islami tidak pantas ada di negeri yang berazaz Pancasila. Pun dari mereka yang katanya Islam. Sementara mereka yang terlalu fanatik, juga jadi korbannya. Menelan bulat-bulat informasi yang sudah kadung menyebar itu.

Anda tahulah jenis seperti apa orang-orang yang seperti begitu.

MANTAN hakim MK dan juga pakar hukum Konstitusi, Prof. Jimly Assidiqie akhirnya angkat bicara soal ini. Pemerintah pusat yang notabene eksekutif, kok bisa membatalkan produk hukum yang dihasilkan oleh eksekutif dan legislatif di daerah?

Aneh? Iya.

Di negeri yang katanya demokrasi, kan masih ada elemen lain, Yudikatif. Menurut Prof Jimly, seharusnya ini jadi peran lembaga yudikatif untuk mengurusnya. Pemerintah pusat yang sudah punya niat baik untuk memperbaiki kondisi, cukup melisting saja daftar Perda-Perda yang bermasalah. Untuk kemudian diurus oleh Mahkamah Agung.

Prof. Mahfud MD yang mantan ketua Mahkamah Konstitusi bahkan sudah menyampaikan sarannya bagi pemda yang berkeberatan produk hukumnya dibatalkan pemerintah pusat.  Menurut Mahfud, pencabutan perda tidak bisa hanya melalui eksekutif dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri. Ada caranya.  Pemerintah pusat bisa meminta legislatif bersama pemda untuk mengubah perda.

Mekanisme lain pencabutan atau pembatalan perda dengan alasan bertentangan dengan UU dapat dilakukan dengan uji materi ke Mahkamah Agung. Jadi tambah ramai, kan?

Seharusnya, pemerintah kita jangan mengotori niat baik mereka dengan langkah yang salah dan langsung melakukan pembatalan sendiri Perda-Perda bermasalah itu.

Jangan sampai jugalah prof. Yusril melayangkan gugatan lagi terhadap kebijakan begini. Seperti saat menggugat kebijakan dan aturan  pengangkatan Jaksa Agung di era Presiden SBY atau pengadaan jabatan Wakil Menteri di era presiden yang sama.

Wajah pemerintah kita yang sudah banyak tercoreng, bakal makin tercoreng lagi. Lebih jauh jika kondisi ini terus terjadi, bakal jadi bom waktu di periode berikutnya.

Jangan sampai kesalahan birokratif seperti ini justru menyeret para pemimpin-pemimpin kita sekarang ke masalah hukum di kemudian hari. Di saat mereka tidak lagi menjabat.

Ingat, mantan ketua KPK Abraham Samad saja bisa dijerat dengan kesalahan prosedural kecil soal KTP. Apalagi yang skalanya lebih besar?

Semoga tidak begitu, ya. (*)

Foto : Lukisan karya Pawel Kuczynski
Postingan ini pertama kali diunggah pada 17 Juni 2016 di blog lama saya : noesaja.wordpress.com
Bintoro Suryo

About Author /

Admin

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search