Harga Rokok Jadi Rp 50 Ribu? Gimana Caranya?

SAYA perokok. Tapi, saya nggak pernah takut dengan kenaikan harganya.

Saya merokok sejak harga Djie Sam Soe masih Rp. 1.200,-. Harga Gudang Garam Filter Rp. 800,- dan Marlboro softpack keluaran asli Amerika Serikat dibanderol Rp. 1.500,-.

Hari ini, harga Djie Sam Soe di pasar eceran Rp 15.000,- sebungkus. Gudang Garam Filter Rp. 13.000,-. Marlboro softpack? Saya nggak tahu lagi karena sudah nggak beredar secara resmi di sini. :-p

Tapi, harga Marlboro produk dalam negeri sekarang sekitar Rp. 20 ribuan!

Perokok seperti saya, selalu menemukan cara untuk mensiasati kenaikan harga. Sampai batas atas kebisaan kami, tentunya.

Cuma itu yang bisa dilakukan.

Saya sudah pernah mengalami kenaikan harga rokok yang drastis dalam waktu singkat. Pada era reformasi tahun 1998, dulu.

Rokok naik hingga di atas 100 persen! Dan kemudian, terus merangkak naik di atas batas akal sehat kantong perokok seperti saya, hehe

Beberapa teman yang sudah sampai di batas atas kebisaannya untuk mengakali, kemudian pilih alternatif akhir : BERHENTI MEROKOK!

——–
HARGA rokok akan naik jadi di atas Rp. 50 ribu? Ya, saya percaya.

Tapi perlu rentang yang tidak sebentar jika berdasar pada mekanisme pasar, nilai inflasi mata uang kita dan pergerakan kenaikan harga bahan baku utamanya.

Terus, ini ada informasi viral di jejaring sosial, televisi hingga koran-koran tentang rencana pemerintah menaikkan harga rokok? Berarti, tidak lama lagi dong!

Pengalaman saya, harga rokok bisa naik drastis karena dipengaruhi beberapa hal. Contohnya seperti tahun 98 lalu. Atau, ada campur tangan regulasi pemerintah!

Sepertinya, yang sedang bergulir sekarang adalah yang terakhir. Tapi, setelah viral dan jadi hangat, Dirjen Pajak justru bilang bahwa rencana kenaikan harga rokok baru sebatas komunikasi saja. Ketua DPR Ade Komarudin juga baru sebatas bilang setuju.

Terus, draft regulasinya belum ada dong? Cara menaikkannya juga belum jelas, kan?

——–
SAYA perokok Tapi, saya mau kasih saran agar harga rokok bisa cepat naik jadi di atas Rp. 50 Ribu.

Ini agak sulit. Tapi jadi alternatif yang memungkinkan harga rokok bisa naik drastis jadi di atas Rp. 50 ribu. Ini solusi yang bisa ditempuh pemerintah agar harga rokok cepat melambung di luar kondisi negara ada dalam krisis. :-p

  1. Menaikkan pajak/ cukai rokok.

Naikkan saja prosentase cukai dari tiap batang rokok yang dijual ke pasaran.

Saat ini pemerintah sudah menetapkan nilai cukai rokok dari tiap batangnya. Bukan dari tiap bungkusnya. Prosentase yang saya tahu, cukai sekitar 40 persen (ralat saya jika salah).

Menaikkan cukai rokok jadi hingga 100 persen, bisa membuat harga rokok melambung. Tapi harga per bungkusnya masih berkisar Rp. 40 ribuan.

Mau buat harga rokok di atas Rp. 50 ribu? Naikkan saja prosentase cukainya. Misalnya jadi di atas 200 persen. :-p

Jika Alternatif ini dipilih, pemerintah sepertinya perlu juga merevisi regulasi lain tentang daftar barang mewah. Rokok perlu masuk di daftar barang mewah dengan nilai cukai tinggi. :-p

2. Memaksa produsen rokok meningkatkan margin keuntungan.

Asumsinya, pemerintah menerapkan prosentase cukai tetap. Tapi, memaksa produsen rokok untuk menaikkan margin keuntungan mereka dari harga pokok produksi pembuatan rokok.

Bisa? Bisa. Tapi agak sulit karena hampir 100 persen produsen rokok di negara ini adalah kelompok swasta. Bukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Swasta biasanya menetapkan margin keuntungan mereka dari mekanisme dan kondisi pasar. Menentukan batas keuntungan sendiri tanpa peduli kondisi pasar, sama saja bunuh diri!

Trus, gimana? Coba alternatif yang ini :

3. Membuat regulasi sehingga harga pokok penjualan para produsen rokok naik tinggi.

Untuk membuat harga rokok naik jadi di atas Rp. 50 Ribu, pemerintah perlu membuat regulasi lainnya terlebih dulu. Mengatur regulasi tata niaga tembakau dan cengkeh, misalnya.
Jadi, kendali harga jual tembakau ada di tangan pemerintah. Bukan di mekanisme pasar lagi. Distribusi bahan bakunya juga ditentukan. Cuma perusahaan-perusahaan yang jadi mitra pemerintah dan memiliki izin distribusi saja yang bisa menjual bahan baku rokok ke produsen.

Cuma masalahnya, ini rentan mengulang tragedi tata niaga cengkeh di zaman orde baru dulu. Petani tembakau dan cengkeh rentan dirugikan. Saat panen melimpah, harus siap-siap merelakan kebun tembakau dan cengkehnya dimusnahkan untuk menjaga stabilitas harga yang sudah ditentukan.

Kebijakan pemerintah zaman orde baru kan sudah banyak yang dicitrakan gagal, ya? Apa pemerintah sekarang mau ambil resiko? :-p

Trus, apa iya produsen rokok mau memiliki keuntungan di bawah perusahaan-perusahaan mitra pemerintah yang jadi distributor khususnya?

———
SAYA perokok. Di lubuk hati terdalam, sebenarnya juga ingin berhenti dari kebiasaan ini. Ingin berhenti bukan di batas atas kebisaan saya untuk mengakali kenaikan harganya. Tapi, sementara ini belum bisa.

OH ya, yang saya tulis di atas cuma saran, kok. Sebagian lainnya ada yang berisi asumsi. Semoga pemerintah bisa bijak melihat kondisinya. (*)

Postingan ini pertama kali diunggah pada 26 Agustus 2016 di blog lama saya : noesaja.wordpress.com
Bintoro Suryo

About Author /

Admin

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search

Silahkan bagikan konten ini.