TIANG BENDERA KAMI
SEKARANG, kami mungkin jadi kelompok kecil di Indonesia yg masih mempertahankan hal seperti ini : ‘Memberi tempat tersendiri secara permanen untuk sebuah tiang bendera di halaman depan rumah.”
Pada kenyataannya, mungkin tidak begitu efektif. Keberadaan tiang tersebut hanya dipakai kurang dari sepuluh hitungan jari dalam setahun, kan? Tapi, keluarga kami mempertimbangkannya dari sisi lain.
Tiang bendera di halaman depan rumah kami ini sudah berdiri sejak hampir 20 tahun lalu. Sejak kami memutuskan untuk merenovasi dan tinggal di rumah sendiri. Penempatan tiang bendera di halaman depan rumah menjadi salah satu prioritasnya.
“Harus ada tiang bendera permanen di halaman depan”, begitu kata bapak saat saya mulai mendesain denah renovasinya awal tahun 2000 lalu. Ini mengikuti kebiasaan kami yang tinggal berpuluh tahun sebelumnya secara berpindah di rumah-rumah dinas.
Mengikuti penugasan orangtua yang PNS (sekarang mungkin familiar disebut ASN, ya).
Tiang bendera permanen selalu terpasang di rumah – rumah dinas yg kami tempati. Kami selalu memasangkan bendera merah putih di tiap-tiap peringatan hari besar kebangsaan. Dengan sepenuh hati. Dengan rasa kecintaan yang besar sebagai keluarga pelayan negeri.
Bendera yg terpasang itu, adalah bendera kedua yang dimiliki keluarga kami. Umurnya sudah hampir 30 tahun. Dibeli untuk menggantikan bendera merah putih sebelumnya yang sudah dipakai keluarga kami sejak dekade 70-an silam.
Perlu diganti saat itu karena warna merah pada bendera pertama sudah sangat pudar. Di beberapa bagian. Jahitannya juga sudah banyak yang lepas karena lapuk dan termakan usia.
Jadi, keluarga kami cuma punya dua bendera merah putih selama kurun hampir 50 tahun ini.
——————–
AWAL Agustus ini, bapak saya sudah mulai memasang bendera merah putih kami yg berusia hampir 30 tahun itu kembali di tiangnya. Warnanya memang mulai pudar. Tapi masih layak disebut sebagai bendera merah putih. Jahitannya juga masih terlihat kuat dan belum lapuk.
Jika tidak terpakai, bendera itu lazim disimpannya secara rapi di lemari pakaian. Praktis, kami tidak pernah membeli bendera merah putih baru saban peringatan hari kemerdekaan yg akan tiba tak lama lagi seperti sekarang ini. Zaman memang berubah. Termasuk pemerintahannya.
Tapi kecintaan kami dan keluarga pada negeri ini masih tetap sama. Karena negeri ini masih bernama Republik Indonesia.
“Dirgahayu Republik Indonesia, Selamat menyambut hari kemerdekaan yang ke-74.” (*)