POHON KLENGKENG MANDUL KAMI

PERLU waktu 10 tahunan bagi kami untuk memutuskan ini : menebang habis pohon kelengkeng mandul yang selama ini jadi tanaman peneduh rumah.

Ini pohon yang ditanam dari bibit biji. Kami membelinya hampir 20 tahun lalu saat keluarga masih menempati rumah dinas orangtua. Kami siapkan untuk ditanam di rumah kami di Batam Centre.

Selain untuk tanaman peneduh, kami sebenarnya juga berharap buahnya yang nanti bakal tumbuh, bisa dicicipi keluarga. Syukur-syukur bisa dijual tiap panen.

Tapi pohon ini gak pernah berbuah. Walau batang sudah besar dan dahan-dahannya makin menjulang. Istri saya akhirnya coba cari tahu.

“Ini katanya pohon klengkeng laki, bah. Gak berbuah,” katanya setelah memperhatikan pohon klengkeng kami yang saat itu berusia 10 tahun.

Ah, itu kan cuma mitos. Dari literasi yang saya baca, pohon klengkeng yang berasal dari biji, memiliki waktu lebih lama untuk berbuah. Biasanya di atas 10 tahun. Pohon klengkeng kami memang berasal dari biji. Bukan cangkok.

Batangnya sudah menjulang. Akar-akarnya juga sudah mencengkeram kuat ke tanah. Daun-daunnya? Hampir saban hari perlu kami bersihkan karena klengkeng termasuk pohon dengan daun lebat dan mudah gugur.

“Kalau dikawinin, mungkin bisa berbuah, ya?”, begitu pikir saya 10 tahun lalu.

Ah, itu kan mitos juga?

Tapi, kami akhirnya tetap membeli sebuah bibit lagi. Kali ini dengan mewanti-wanti penjualnya untuk benar-benar memberikan bibit pohon klengkeng yang baik. Bibit itu kemudian kami tanam berdampingan dengan pohon klengkeng pertama yang sudah menjulang tinggi.

Walau belum memberikan buah, pohon klengkeng kami yang sekarang sudah punya pasangan itu, sudah memberikan fungsi sebagai tanaman peneduh di rumah. Dahan dan daunnya yang lebat, juga menjadi tempat untuk burung-burung bersarang di atasnya.

Saat pagi, suara kicau mereka jadi hiburan tersendiri bagi kami.

TEMPAT tinggal kami yang sekarang, merupakan jalur angin putar (puting beliung) di wilayah Batam Centre. Biasanya, angin putar muncul dari wilayah perairan di sekitar Belian. Kemudian mengarah ke tempat tinggal kami dan menghilang di sekitar perairan laut Duriangkang yang sekarang jadi danau karena dibendung.

Hampir dua puluh tahun tinggal, rumah kami memang aman-aman saja. Tapi, tetangga sudah banyak yang jadi korban. Paling tidak atap rumah mereka yang ikut diterbangkan.

Jika sudah muncul angin putar, yang kami khawatirkan sebenarnya bukan cuma atap rumah saja. Tapi juga pohon klengkeng mandul di depan rumah itu.

Sejak bibit, tumbuhnya sudah miring. Kami khawatir, pohon itu tercerabut bersama akar-akarnya. Kemudian tumbang dan menghantam rumah orang.

————

YANG kami khawatirkan terjadi. Tapi bukan pada dua pohon klengkeng mandul itu. Angin putar menerbangkan beberapa atap rumah kami, beberapa hari kemarin. Saat kejadian, suasana mencekam. Suara angin bergemuruh di atas rumah.

Kemudian, terdengar suara beberapa atap genting rumah yang ikut terbang. Suaranya ramai dan menakutkan. Di halaman depan, kami melihat dua pohon klengkeng mandul yang sudah menyatu itu meliuk-liuk. Seperti berusaha menahan diri mereka agar tidak tercerabut dari akar yang mencengkeram ke tanah.

————

Wah, batang-batang bawahnya keropos, mas. bahaya ini”, kata seorang kenalan begitu melihat kondisi batang 2 pohon klengkeng kami beberapa hari kemudian.

Rasanya, semakin berat mempertahankan pohon-pohon ini setelah hampir 20 tahunan menanam dan melihatnya membesar seperti sekarang.

Kami memang cukup sabar membersihkan daun-daunnya yang jatuh di pekarangan. Juga ikhlas karena pohon klengkeng itu belum memberikan buah untuk kami cicipi selama bertahun-tahun (Ide mengawinkannya dengan bibit lain 10 tahun lalu, juga belum terbukti berhasil.

Tapi, kami takut jika keberadaannya justru mengancam orang lain. Orang-orang di sekitar kami.

Keputusannya ; dua pohon klengkeng mandul ini harus ditebang. Untuk kebaikan bersama.

Anak saya yang perempuan sedih karena menganggapnya sudah jadi bagian keluarga. Saya, istri dan bapak juga sedih karena mungkin harus kehilangan sementara waktu burung-burung kecil yang biasa hinggap dan bersarang di atasnya. Yang melantunkan suara-suara lucu mereka tiap pagi.

Kami sekeluarga sebenarnya toh sudah tidak begitu peduli lagi dengan kehadiran buah dari dua pohon itu. Selain berharap sebagai pohon peneduh dan tempat bersarang burung-burung.

Tapi akhirnya, dua pohon itu harus ditebang. Maaf.

(*)

Gambar Cover Ilustrasi : Alabama Extension
Postingan ini pertama kali diunggah pada 14 April 2021 di blog lama saya : noesaja.wordpress.com
Bintoro Suryo

About Author /

Admin

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search