Tentang Pak (AH) Nasution

JARANG yang menulis atau membicarakan peran pak Nas. Hubungannya dengan bung Karno pada menjelang dan paska Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh 1965, pen).

Ia lebih dibicarakan sebagai korban selamat dari peristiwa mengerikan itu. Padahal, posisi pak Nas begitu penting. Ia tokoh sentral di tentara yang saat itu sebagai salah satu kekuatan politik.

Pengamat militer dan sejarahwan, prof. Salim Said menyebut, pak Nas sebagai filosof peranan tentara saat itu.

Tapi, perannya seperti terkubur oleh mereka yang pro dan yang kontra membicarakan sosok pak Harto. Orang yang diserahi tanggungjawab mengendalikan situasi saat itu. Pun hingga beberapa tahun ke depan, saat tampuk kepemimpinan diserahkan kepadanya.

Saya menukil beberapa pernyataan prof Salim Said tentang pak Nasution yang menyiratkan perannya.


Tentang Hubungan Nasution & Soeharto yang Merenggang

Jenderal Besar AH Nasution & Jenderal Besar HM Soeharto. © Historia

“Saya kira, itu ada perbedaan antara Soeharto dengan Nasution dalam menghadapi bung Karno (paska Gestapu). Kalau kesimpulan saya, Nasution itu kan puritan, keras, legalistik. Menghadapi kasus Soekarno, dia ingin Soekarno diadili. Pak Harto menghadapi pak Karno secara politik. Kalau Soekarno diadili karena memang ada bukti, berat bagi Soeharto menghadapi keadaan. Kan dia penanggungjawab keamanan (saat itu, paska Gestapu). Karena Soekarno masih cukup populer, bukan hanya di kalangan masyarakat Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali, tapi juga di kalangan tentara, kalangan Angkatan Darat. Jadi, Soeharto menghadapi situasi menghindari konflik dengan Soekarno dan pengikutnya, sementara Nasution mau legal, ini ada buktinya, hukum, bawa ke pengadilan. Kan jadi cara berpikirnya pak Nas itu, landraad. Landraad itu (bahasa) Belanda, artinya pengadilan. Diadili? So What? begitu pikir Soeharto karena pengikut-pengikutnya masih banyak, berat mengatasi keadaaan. Jadi, pak Harto pilih cara politik, perlahan-lahan, karena itu ada tuduhan kudeta merangkak di sini. Bukan kudeta merangkak, itu bukan kudeta, kudeta kok merangkak. Itu adalah, saya menyebut itu sebagai power struggle antara Soekarno dengan Soeharto yang akhirnya dimenangkan oleh Soeharto. Nah, Nasution, kan dia punya sikap lain yang legalistik, itu yang menjadi pokok perbedaan antara Nasution dan Soeharto. Kemudian, Nasution kan merasa dia lah filosof-nya peranan politik tentara saat itu (yang mendesak Soeharto menjadi pimpinan AD hingga akhirnya mengesahkan jadi Pjs Presiden tahun 1967, pen). Dalam proses itu, banyak mengeluarkan kritik terhadap tentara di bawah Soeharto. Itu membuat Soeharto tidak sabar, kesal. Jadi jarak hubungan mereka menjadi lebih lebar, luas. Jadi kira-kira begitu”.

Tentang Yani dan Nasution

Ahmad Yani & AH Nasution. © Historia

“Perbedaan Yani dan Nasution itu sederhana. Yani itu dekat sekali dengan Soekarno. Alasannya, dia bersaing dengan Aidit untuk mendekati Soekarno (dalam sisi pengaruh, sebelum Gestapu, pen). Nasution itu seorang puritan. Puritan, keras dan sangat religius sekali. Culture dia nggak bisa dekat dengan Soekarno yang suka dansa lenso-lenso dan sebagainya. Orangnya kaku, saya ngalami bersama pak Nasution, bertahun-tahun setelah Gestapu itu, saya bolak-balik menginterview beliau, sebagai peneliti waktu itu. Itu kesimpulannya, orang itu kaku. Jadi saya mau bilang, ada perbedaan psikologis secara budaya antara jenderal Nasution dengan Yani. Secara cultural, Yani lebih dekat dengan bung Karno. Tapi secara politis, mereka sama aja, mereka anti komunis.”

Tentang orang-orang dengan dugaan terlibat Gestapu dan Pengadilan

“Orang-orang yang terlibat PKI, normalnya menurut kita, mereka harus diadili saat itu. Tapi dalam kondisi kacau Indonesia paska Gestapu, itu (pengadilan) terlalu mewah saat itu, kalau kita mencoba mengerti”

Salim Said
30 September 2020

Bintoro Suryo

About Author /

Admin

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search