Kapan Pemerintahan Kota Batam Berdiri?
Pulau Batam secara geografis memiliki letak yang sangat strategis, berada di jalur lalu lintas perdagangan internasional Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan internasional tersibuk kedua setelah Selat Dover di Inggris.
POSISINYA juga sangat strategis hanya 20 km atau 12,5 mil laut dari Singapura, dengan jarak tempuh hanya 45 menit melalui jalur laut, dengan aksesibilitas yang mudah ke negara lainnya di belahan dunia.
Pulau Batam sendiri merupakan salah satu pulau terbesar dari rangkaian 329 rangkaian pulau di sekitarnya di Kepulauan Riau, yakni memiliki luas 415 km2 atau 67% luas dari Singapura.
Walau merupakan salah satu pulau terbesar selain pulau Bulan, aktifitas sosial ekonomi di pulau ini relatif sepi. Hanya terdapat beberapa kampung kecil nelayan di beberapa titik pada masa silam. Seperti misalnya kampung Tanjung Riau, Tanjung Pinggir, Batu Ampar, Kabil, Duriangkang, Nongsa, Batu Besar, kampung Bagan dan beberapa lainnya. Keramaian dan pengelolaan wilayah justeru lebih terlihat di pulau-pulau kecil sekitarnya.
Pulau Buluh, misalnya. Pulau kecil di bagian barat Batam sempat dijadikan ibukota tata pemerintahan untuk wilayah Batam dan sekitarnya hingga tahun 1959. Selanjutnya, ibukota berpindah ke Belakangpadang. Sebuah pulau yang juga sudah ramai sejak dahulu, bersebelahan dengan pulau Sambu yang sudah dijadikan kilang minyak pada zaman kolonial Belanda.
Pada tahun yang sama, ibukota Provinsi Riau dipindahkan ke Pekanbaru yang sebelumnya berada di Tanjung Pinang,. Sejak saat itu pula, Tanjung Pinang resmi menjadi ibukota Kabupaten Kepulauan Riau, yang meliputi 17 kecamatan, termasuk di antaranya Pulau Batam yang beribukota di pulau Belakangpadang.
Pulau Batam sendiri berstatus sebagai satu desa dalam lingkup kecamatan yang beribukota di Belakang Padang pada tahun 1965.
Konsep pengembangan Batam yang dimulai sejak era Pertamina di dekade 70-an dan kemudian diteruskan oleh Otorita Batam, telah membawa banyak perubahan terhadap bidang pemerintah daerahnya.
Sejak awal 1980-an, pertumbuhan penduduk di Batam tergolong pesat, seiring pelaksanaan pengembangan Batam sebagai daerah industri.
Dampak dari semakin berkembangnya kegiatan penduduk, tidak memungkinkan lagi dilayani oleh perangkat daerah setingkat kecamatan.
Masalah kemasyarakatan dan kependudukan mulai beragam. Belum lagi permintaan untuk mendapatkan pelayanan jasa administrasi pemerintahan yang semakin dirasakan. Sejalan dengan itu, diperlukan penataan khusus yang mengatur fungsi pemerintahan di Batam.
Untuk itu, Otorita Batam kala itu mengusulkan adanya lembaga yang menangani administrasi pemerintahan dengan pembentukan pemerintahan kotamadya Batam. Status yang diusulkan kala itu adalah Kotamadya Administratif yang berkedudukan langsung di bawah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
Pemerintah Kota Batam akhirnya dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 tahun 1983 tentang pembentukan Kotamadya Batam di wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Riau (Kala itu Batam dan Kepri masih menjadi bagian provinsi Riau, pen).
PP nomor 34 tahun 1983 dikeluarkan pemerintah pada 7 Desember 1983 dan diresmikan pada 24 Desember 1983.
Kota Batam saat awal diresmikan berdirinya, bersifat administratif, dipimpin oleh Walikota yang berkedudukan setingkat Kabupaten/ Kotamadya daerah tingkat II lainnya.
Keberadaan kota Batam merupakan implementasi atas dasar dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah.
Motivasi dibentuknya pemerintahan kota Batam saat itu adalah peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan atas wilayah tersebut sebagai akibat berkembangnya pulau Batam untuk menjadi daerah industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata.
Sejak 24 Desember 1983, status Batam yang sebelumnya cuma kecamatan dengan ibukota di Belakangpadang, menjadi sebuah kota yang memiliki pemerintahan sendiri dengan pusatnya langsung di pulau Batam.
Saat awal didirikan, pusat pemerintahan kota Batam berkedudukan di Sekupang.
Berdasar PP nomor 34 tahun 1983 tersebut, pemerintahan kota Batam dibagi menjadi tiga kecamatan yang selaras dengan pembagian wilayah pengembangan dalam RKDTR 1979. Yaitu meliputi Kecamatan Belakangpadang, Batam Barat dan Batam Timur.

Luas wilayah pemerintahan kota Batam saat itu adalah 1.647,83 km2 yang juga melingkupi 186 pulau di sekitarnya dengan pulau Batam sebagai pulau terbesarnya.
Dengan pengaturan seperti itu, kota Batam menjadi kota dengan status khusus, sama halnya dengan DKI Jakarta yang memiliki kekhususan serupa dalam tata kelola pemerintahan kotanya. Tidak ada lembaga legislatif di Batam saat itu.
Kini, Batam telah berkembang pesat dengan jumlah penduduk hampir 1.3 juta jiwa, bahkan tidak terbayangkan bahwa kota ini dahulu hanyalah gugusan rawa-rawa belukar dengan jumlah penduduk hanya sekitar 6.000 jiwa yang tinggal di pesisir pantai.
Untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, sebagai penjabaran pasal 17 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 tahun 1983, pemerintah pusat kala itu mengeluarkan Keppres no. 7 tahun 1984 tentang hubungan kerja antara pemerintah kota Batam dengan Badan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (BP Batam saat ini, pen).
————

DALAM Keppres nomor 7 tahun 1984 itu diatur tentang koordinasi sebagai berikut :
Pasal 2 yang menyebutkan bahwa Walikota Batam sebagai kepala Wilayah, adalah penguasa tunggal bidang pemerintahan. Sesuai penjelasan, itu berarti Walikota Batam saat itu memimpin pemerintahan kota, membina kehidupan masyarakat di semua bidang dan mengkoordinasikan bantuan serta dukungan untuk pembangunan Daerah industri Pulau Batam.
Dalam pasal 3 huruf F Keppres tersebut disebutkan bahwa Walikota Batam bersama Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam secara periodik mengadakan rapat koordinasi dengan instansi-instansi pemerintahan lainnya untuk mewujudkan sinkronisasi program di antara mereka sekaligus mengevaluasi sejauh mana pelaksanaan pembangunan, sarana, prasarana dan fasilitas lain yang diperlukan dalam rangka pengembangan pulau Batam.
Dalam sejarah tercatat, kota Batam saat awal terbentuk dipimpin oleh Ir. H. Usman Draman yang menjadi walikota pertama kota pulau ini.
Usman ditunjuk berdasarkan Keputusan Presiden nomor 7 tahun 1984.
Sebelum menjabat sebagai Walikota Batam pertama, Usman Draman diketahui merupakan Direktur PDAM Tanjungpinang. Kepemimpinan Usman mengelola Batam sebagai sebuah kota hingga bulan Oktober 1989.
Usman Draman kemudian digantikan oleh Drs. RA. Aziz yang menjabat sebagai walikota Batam kedua mulai bulan Oktober 1989 hingga tahun 1999.
Pemko – Otorita Batam dan Hubungannya
DALAM sebuah kesempatan tatap muka di Batam, menteri dalam negeri yang saat itu dijabat Rudini sempat memberikan pengarahan kepada para pejabat dalam jajaran pemerintahan kota Batam.

Maksud Rudini adalah agar tercipta pemahaman yang sama dan baik tentang pulau Batam yang sejak awal dikembangkan pada zaman Pertamina yang kemudian diteruskan Otorita Batam hingga terbentuknya pemerintah kota Batam adalah dalam rangka pengembangan Batam sebagai kawasan industri.
Berikut petikan pengarahannya :
“Dibentuknya Kotamadya Batam ini bukan dimaksudkan untuk membuat tandingan terhadap perangkat pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (Otorita/BP Batam, pen), tetapi justeru untuk membantu lancarnya pencapaian tujuan atas ditetapkannya Pulau Batam ini sebagai daerah yang hendak dikembangkan menjadi kawasan industri.”
Ketua Otorita Batam kala itu, BJ Habibie dalam sebuah kesempatan pertemuan pada 18 Mei 1984 di Batam juga pernah menyampaikan :
“Suatu hari Batam akan seperti DKI (Jakarta, pen). Jadi, nanti harus ada gubernurnya, harus ada DPR, ada Bapedanya. Kalau sekarang (saat itu, pen) masih 43 ribu (penduduk Batam saat itu, pen). Tetapi bayangkan jika Batam menampung 800.000 orang. Pendapatan Batam akan meningkat high-tech dan high labour. Hal ini jelas tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah setingkat kotamadya (status Batam saat itu, pen). (Seharusnya) sudah ada gubernurnya, ada DPR-nya, Otorita Batam akan dibubarkan dan saudara-saudara diintegrasikan dalam struktur baru itu, ini adalah rencana jangka panjang”, ungkap BJ Habibie dalam rapat kerja Otorita Batam tanggal 18 Mei 1984 (Menyingkap Fakta Pembangunan Batam – buku 2).
(*)
Photo cover : Kondisi masyarakat di pulau-pulau sekitar Batam pada era 70-an. Dok : repro