“Hari-Hari Terakhir Kesultanan Riau Lingga, 1911”

JUMAT, 10 Februari 1911, Sultan Riau Lingga V, Abdurrahman Muazzam Shah (Sultan Abdurrahman II/1885-1911) dan anaknya Tengku Besar Umar dipecat pemerintah Hindia Belanda. Kesultanan Riau Lingga yang didirikan oleh pemerintah Kolonial sejak ditandatanganinya perjanjian London (Traktat London, pen) pada 1824 itu pun berakhir.


PADA 9 Februari 1911, sehari sebelum disampaikannya surat pemecatan dan berujung pada pembubaran kesultanan Riau Lingga, pasukan Belanda telah berada di pulau Penyengat. Tujuannya untuk mengamankan wilayah tersebut dari potensi kerusuhan. Mereka tidak hanya membawa sekitar seratus serdadu, tetapi juga menyiagakan dua kapal perang yang besar, siap dengan meriam menghadap ke arah pulau yang berhadapan langsung dengan kantor Residen Kolonial di Tanjungpinang itu.

Keesokan paginya, tanggal 10 Februari 1911 sebuah kapal perang Belanda juga berlabuh di perairan Penyengat. Residen Riau, Bruijn Cops, memantau situasi di pulau kecil itu. Sebuah pengumuman penting kemudian dipasang di tembok Masjid Penyengat: ‘Pemecatan Sultan Abdurrahman II Muazzam Shah.’

Arsip The Straits Echo (edisi surat) tanggal 17 Februari 1911 menuliskan :
Pemerintah Belanda menginginkan Sultan Rhio menyerahkan administrasi wilayahnya dan menerima uang pensiun dari mereka. Sultan menolak, dan tetap bertahan dalam penolakannya selama beberapa bulan, hingga akhirnya, pada hari Kamis (9 Februari 1911), sebuah kapal penjelajah dan dua kapal gunboat berlabuh di lepas pantai Rhio, dan mendaratkan pasukan militer untuk menduduki kota tersebut.

Residen Belanda memasang plakat dengan maksud untuk meyakinkan warga. Diketahui bahwa Sultan telah meninggalkan Rhio menuju Lingga pada hari Senin (6 Februari 1911, pen), namun diyakini bahwa ia kembali ke Rhio hari ini (Kamis, 9 Februari 1911, pen).”

Tidak ada sultan di sana. Arsip publikasi dari perpustakaan nasional Singapura menyebut, hanya ada tokoh-tokoh istana seperti Tengku Besar Umar, Tengku Ampuan Besar Jahara, dan Raja Ali, mantan Engku Kelana Riau-Lingga yang menyaksikannya kedatangan militer Belanda.

Residen Riau kemudian memerintahkan untuk menemui Sultan di Lingga. Kapal Jaga bernama Burak diberangkatkan dari Tanjungpinang, menavigasi perairan menuju Lingga. Di selat kepulauan Senayang, kapal tersebut akhirnya bertemu dengan rombongan Sultan. Seorang utusan Belanda menyampaikan surat bersampul kuning yang berisi pemecatan terhadapnya.

Setelah pertemuan di selat Senayang, kedua kapal beriringan kembali menuju Riau.

Di pulau Penyengat, meskipun Sultan telah bertemu dengan Residen Riau, keputusan pemecatan tetap dilaksanakan. Pada malam hari itu, Sultan, bersama istri dan para pengikutnya, kemudian meninggalkan Penyengat dengan kapal pribadinya, Sri Daik, melanjutkan perjalanan menuju Singapura dan menjadi penanda berakhirnya era kesultanan Riau Lingga.


PADA 20 Februari 1911, dua surat kabar Singapura, Pinang Gazette dan Straits Chronicle menerbitkan surat penjelasan Sultan Riau Lingga V, Abdurrahman Muazzam Shah tentang situasi yang terjadi kepada khalayak.

Arsip surat Sultan Abdurrahman II Muazzam Shah kepada khalayak yang diterbitkan di dua surat kabar Singapura, Pinang Gazette dan Straits Chronicle pada tanggal 20 Februari 1911. © National Library Singapore. Koleksi pribadi.

Menurut pernyataan Sultan yang diterbitkan di dua media tersebut :

Ia mengatakan: selalu bekerja dengan setia dan harmonis dengan Pemerintah Belanda meskipun faktanya, secara berkala, perjanjian-perjanjian dibuat untuk makin membatasi kekuasaan dan hak-hak istimewanya. Setiap perjanjian berikutnya mengambil semakin banyak kewenangan pemerintahan dari tangannya dan menyerahkannya kepada Belanda.

Dia menyadari bahwa di antara dua Kekuatan, yang lebih lemah harus memberi jalan kepada yang lebih kuat dan dia menyadari keinginan untuk hidup selaras dengan Kekuatan yang perlindungannya diberikan padanya, selama tuntutannya tidak terlalu keras dan tidak masuk akal.

Beberapa bulan yang lalu, katanya, Residen Rhio datang ke istana dan membaca sebuah perjanjian yang ia (Sultan) putuskan untuk ditandatangani. Kemudian, perjanjian lain dibuat (oleh Residen Belanda, pen) untuk ditandatangani, yang tidak sama. Ia (Sultan, pen) menolak untuk menandatanganinya, meskipun Residen bersikeras.

Para menterinya terkejut melihat isi perjanjian tersebut, yang dalam banyak hal sangat berbeda dengan draft perjanjian yang telah disampaikan (oleh Sultan, pen) sebelumnya. Dalam perjanjian ini seluruh kekuasaannya sebagai Sultan akan dirampas dan kedudukannya akan direduksi menjadi hanya sekedar figur kepala. Seluruh pemerintahan akan diambil dari tangannya dan ia akan dibiarkan tanpa kekuasaan dan wewenang. di tanah nenek moyangnya. Sementara tunjangan yang dibayarkan kepadanya setiap bulan sebagai imbalan atas hilangnya pendapatan yang terpaksa ia serahkan kepada Belanda, kini dikurangi.

Ia (Sultan, pen) tercengang melihat tiga kapal perang yang mendaratkan tentara (pada 10 Februari 1911, pen). Mereka membongkar sebuah toko bensin dan dua bangunan lainnya, berharap menemukan senjata dan amunisi. Residen bertanya kepadanya, apakah dia menyembunyikan 700 pucuk senapan?

Sultan menyimpulkan dengan mengatakan:- “Pencalonan cucu saya, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun, sebagai Sultan, pasti akan memungkinkan Pemerintah Belanda untuk melaksanakan (perjanjian baru, pen) tanpa pertanyaan lebih lanjut, sebuah perjanjian yang mengalihkan ke tangan mereka semua wewenang, pengumpulan semua pendapatan, pertambangan dan konsesi lainnya. keinginan yang nyata dan atau menjadi dasar pendirianku.”

Pernyataan Pemerintah Kolonial Tentang Pembubaran Kesultanan Riau Lingga

PASKA pembubaran Kesultanan Riau Lingga dan pemecatan Sultan Abdurrahman Muazzam Shah dari singgasana kekuasaan, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di Batavia, menerbitkan pernyataan tentang hal itu yang mereka sebut sebagai: “Peristiwa Rhio“.

Arsip pernyataan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di Batavia tentang ‘Peristiwa Rhio’. © National Library Singapore. / Koleksi pribadi.

Penjelasan mereka, dahulu wilayah kesultanan Riau Lingga merupakan bagian dari Kesultanan Johor. Pada tahun 1709, sultan Johor meninggalkan Johor dan menetap di Rhio (Pulau Bintan, Riau. Di kemudian hari menjadi dasar pemerintah Kolonial Belanda mendirikan sebuah kesultanan baru, pecahan dari kesultanan Johor).

Seiring berjalannya waktu, menurut pernyataan Pemerintah Kolonial, kekuasaan dan wewenang keluarga kerajaan Melayu (kesultanan Johor, pen), secara efektifnya telah dirampas oleh sebuah dinasti penguasa utama asal Bugis, yang pendirinya memegang jabatan tinggi di Istana.

Para Sultan mengadakan sidang di Daik, sebuah tempat di Pulau Lingga. Para penguasa utama, yang disebut juga Raja Muda, bertempat tinggal di pulau Penyengat, menghadap Tanjong Pinang, kota utama tempat Residen Belanda bermarkas. Lalu, pada 1824, sebuah perjanjian dibuat antara Inggris dan Belanda yang mengarahkan pemisahan antara Johore dan Rhio. Sultan Johor yang selayaknya disebut menjadi Sultan Rhio.”

Penjelasan resmi yang dimuat dalam Lembaran Negara di Batavia, juga menyebutkan bahwa pada tahun 1905, sebuah organisasi kuat yang dinilai memusuhi Pemerintah Belanda, muncul di Rhio, setelah pihak Kolonial memperbarui perjanjiannya dengan pihak kesultanan Riau Lingga.

Organisasi tersebut dinilai pemerintah kolonial meresahkan, namun mendapat dukungan Sultan.

Beberapa bulan sebelum surat pemecatan diterbitkan, pada bulan Desember 1910, pemerintah Kolonial telah menyodorkan perjanjian baru untuk ditandatangani kedua pihak (Pihak kolonial Belanda dan Kesultanan Riau Lingga, pen). Isinya menyatakan bahwa Sultan akan kehilangan pendapatan dan wewenangnya.

Setelah melalui banyak perundingan menurut pihak Kolonial Belanda, Sultan menunjukkan sikap sangat bermusuhan dengan mereka dan menentang sehingga mereka menyodorkan perjanjian baru untuk ditandatangani.

Situasi kemudian menjadi tidak dapat ditoleransi oleh Gubernur Jenderal di Batavia yang menerbitkan deposisi baru Sultan Riau Lingga pada tanggal 3 Februari 1911. Pada pemberitahuan tersebut, dilampirkan pernyataan tentang dasar alasan penerbitan surat tersebut. Sultan dinilai telah berulang kali melanggar kewajiban perjanjiannya dan dinyatakan bersalah karena tidak menghormati Pemerintah kolonial Belanda, meskipun sudah diperingatkan berkali-kali.

Keputusan terakhir (pembubaran kesultanan dan pemecatan Sultan, pen) yang diambil pemerintah kolonial berdasar lembar resmi tersebut, berarti reformasi dalam metode administrasi untuk wilayah Riau (Rhio, pen)

Pemberitahuan tersebut lebih lanjut menyatakan bahwa:

ahli waris hanya akan diakui sebagai Sultan jika ia setuju untuk mengikuti keinginan Pemerintah dalam mengubah perjanjian yang ada.”


SULTAN Abdurrahman II Muazzam Shah, diketahui telah dinobatkan sebagai sultan Riau Lingga pada tahun 1885 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia. Seremoni penobatannya kemudian dirayakan meriah di pulau Penyengat.

Perayaan penobatan Sultan Abdurrahman II Muazzam Shah di pulau Penyengat pada tahun 1885. © Universiteit Leiden Netherland.

Statusnya sebagai Sultan berlangsung selama kurang lebih 26 tahun, sebelum akhirnya diberhentikan pada 9 Februari 1911, sekaligus menandai berakhirnya era kesultanan di bumi Kepulauan Riau. Ia meninggal pada 28 Desember 1930 di Serangon Road, Mukim Serangoon, Singapura.

Pejabat Belanda saat mengunjungi Sultan Riau Lingga, Abdulrrachman II Muazzam Shah di pulau Penyengat, sekitar tahun 1885. © F. Universiteit Leiden.

Puluhan tahun kemudian, saat situasi politik di negeri yang dikuasai pemerintah kolonial Belanda ini memburuk sebagai dampak perang dunia II, sempat ada tawaran untuk menghidupkan kembali Kesultanan Riau Lingga oleh pemerintah kolonial Belanda. Upaya-upaya dan pembicaraan dengan pemerintah Indonesia yang kala itu telah memerdekaan diri, sempat dilakukan hingga awal dekade 1950-an. Namun, niat tersebut tak pernah terwujud.

(*)

Foto cover : Sultan Abdurrahman II Muazzam Shah dalam sebuah foto tahun 1904. © F. Universiteit Leiden Netherland

Bintoro Suryo

About Author /

Admin

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search