Catatan J.G. Schot Tentang Kepulauan Batam (Bagian I – IV)

Bagaimana kondisi kepulauan ini, terutama pulau utamanya, Batam, ketika itu? Apakah sudah berkembang dengan konsep yang terencana yang berkesinambungan? Bagaimana penduduknya? Sistem pemerintahannya?

Selain jalur laut alami, tidak ada infrastruktur yang memudahkan hubungan di antara pulau-pulau ini. Jalan setapak yang menghubungkan antar perkebunan dan hutan, membuat hubungan antara bagian-bagian pulau menjadi sulit.”

Melewati jalan yang terbuat dari batang pohon lebih baik daripada harus berjalan melalui rawa-rawa yang berlumpur. Pengalaman melewati rawa-rawa yang dalam dan berlumpur membuat kita harus menggunakan tongkat untuk menjaga keseimbangan.” (J.G. Schot, Indische Gids – De Battam Archipel 1882)


SEORANG Controleur (pejabat pengawas Kolonial Belanda, setara Wedana, pen), J.G. Schot, mencatatkan pengalaman, pengamatan dan penelitian ilmiahnya dalam perjalanan berkeliling di Kepulauan Batam saat bertugas di wilayah ini. Sebagian besar catatannya, dipublikasi pada tahun 1882. Sementara bagian lain yang merupakan lanjutan catatannya, dipublikasi pada tahun 1883.

Sebagai seorang Controleur yang bertugas di ibukota kepulauan Batam masa itu, pulau Bojan (Boyan, pen.), catatannya dianggap penting untuk mengetahui kondisi kepulauan Batam masa itu. Terutama di pulau utamanya seperti Batam, Boelang, Rempang dan Galang pada masa lalu.

Catatan Schot yang dipublikasi dalam dokumen Indische Gids, dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian I hingga IX dipublikasi pada dokumen Indische Gids terbitan tahun 1882. Sementara bagian sisanya, X hingga XII dalam dokumen Indische Gids terbitan tahun 1883.

Ia banyak mengupas kondisi alam, populasi penduduk, perekonomian hingga sistem pemerintahan di wilayah ini. Terutama di pulau Batam. Catatan Schot berasal dari pengamatan, wawancara dan penelitiannya secara langsung.

Bagaimana kondisi kepulauan ini, terutama pulau utamanya, Batam, ketika itu? Apakah sudah berkembang dengan konsep yang terencana yang berkesinambungan? Bagaimana penduduknya? Sistem pemerintahannya?

Secara umum, pada masa itu, Schot mendefinisikan kepulauan Batam (Battam Archipel) sebagai sebuah gugusan kepulauan, merupakan wilayah kerja pemerintahan kolonial Belanda berstatus Afdeeling (Onder) yang berpusat di pulau Bojan (baca : Bojan: Pulo Boedjang’ yang Pernah Jadi Ibukota Batam).

Pada masa pencatatannya, wilayah kepulauan Batam ditangani oleh dua model sistem pemerintahan; pribumi (kesultanan Riouw Lingga) dan kolonial Belanda, dengan pengawasan dan pengontrolan penuh oleh pemerintah kolonial Belanda melalui pemerintah residensi di Tanjungpinang.

Saya menuliskan kembali catatan Schot secara utuh, bagian per bagian. Catatan diterjemahkan ke bahasa Indonesia agar lebih mudah dipahami. Terutama oleh masyarakat di Kepulauan Riau dan Batam masa kini.


“Tidak perlu dibuktikan lagi bahwa Belanda dan Hindia Belanda sangat erat hubungannya. Namun, masih menjadi pertanyaan apakah hubungan tersebut telah terwujud dalam bentuk yang tepat. Bahwa bentuk-bentuk tersebut dalam banyak kasus masih menyisakan banyak hal yang diinginkan, dapat dipastikan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang medan yang harus dihadapi oleh kebijakan politik Hindia Belanda.

Setiap kebijakan yang baik harus dipandu oleh tujuan untuk memajukan kemajuan intelektual dan material masyarakat, sehingga dapat memperoleh dasar yang lebih kokoh untuk keamanan, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan politik Hindia Belanda, jika ingin baik, harus memiliki tujuan yang sama di Hindia Belanda.

Bagaimana mungkin kita memiliki data yang cukup untuk menciptakan kebijakan yang baik bagi Belanda dan Hindia Belanda tanpa pengetahuan yang cukup tentang Hindia Belanda itu sendiri? Semakin banyak dan semakin baik pengetahuan tentang Hindia Belanda, maka kebijakan politik akan semakin kokoh dan terarah.

Oleh karena itu, setiap orang yang memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam menghilangkan ketidaktahuan tentang Hindia Belanda dan mempresentasikan pengetahuan yang sudah ada dalam bentuk yang lebih tepat dan jelas, tidak boleh menghindar dari kewajiban yang diberikan oleh keadaan tersebut untuk mempublikasikan hasil penelitiannya.

Dipandu oleh gagasan utama ini, kami telah mengumpulkan data sebanyak mungkin yang dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi di Kepulauan Batam.

Setelah menjelaskan secara singkat latar belakang pekerjaan kami, kami akan mempresentasikan hasil yang telah kami peroleh.”

Kepulauan Battam,
J.G. Schot.

Bagian I

PETA yang ada tentang lokasi Kepulauan Riau-Lingga, yang mencakup Kepulauan Batam, sangat sedikit dan sering kali berisi data yang salah. Oleh karena itu, pekerjaan pertama yang kami lakukan adalah membuat peta yang jelas dan akurat tentang wilayah tersebut.

Peta yang dibuat oleh Bapak A.C.J. Edeling pada waktu itu, meskipun memiliki banyak kekurangan, masih merupakan peta terbaik yang ada. Peta tersebut menjadi dasar bagi pekerjaan kami.

Potongan peta Kepulauan Batam yang disusun J. Pijnappel berjudul : “Kaart van den archipel van Riouw, Singapore en Lingga. Kaart van de eilanden Bangka en Blitong“, dikonversi dari peta buatan Alexander Edeling pada tahun 1820. © Universiteit Leiden/ koleksi pribadi

Dengan membandingkan peta yang kami buat dengan peta yang ada, perbedaan dapat langsung terlihat. Kami telah memperbarui kelompok pulau-pulau Boelang, dari Sambu hingga ke pulau-pulau kecil seperti Loeing dan Gelam. Selain itu, kami juga menambahkan bagian distrik Kateman di daratan Sumatra yang tidak ada di peta sebelumnya.

Kami juga telah membuat beberapa perbaikan kecil lainnya. Kami telah memasukkan sungai-sungai kecil ke dalam peta kami, karena mereka menunjukkan batas-batas distrik yang membagi pulau-pulau. Di mana sebelumnya hanya nama-nama yang diberikan oleh pelaut Eropa yang digunakan.

Kami telah berusaha menggantinya dengan nama-nama yang digunakan oleh penduduk setempat. Contohnya, kami mengganti nama “Rokan-Eilanden” menjadi nama yang lebih akurat.

Kami juga telah memperbaiki penempatan nama-nama pulau yang salah. Contohnya, pulau yang sebelumnya disebut “Moro” sekarang telah diberi nama yang benar, yaitu “Soegie Bawa”.


KEPULAUAN Batam terdiri dari beberapa kelompok pulau, termasuk kelompok pulau Batam-Boelang, Rempang-Galang, Tjombol, Soegie-Moro, dan Salar-Doeri.

Batas-batas Kepulauan Batam adalah sebagai berikut:

  • Di utara: Selat Singapura
  • Di timur: Selat Riouw
  • Di selatan: Selat Dempo dan bagian dari Selat Doerian yang terletak di antara Doeri dan daratan Sumatra
  • Di barat: Selat Doerian

Antara kepulauan ini, terdapat beberapa selat, yaitu:

  1. Selat Boelang, dengan Selat Ketam di pulau Loemba, Selat Pinjoe, Selat Kantang, Selat Boelang Kanan, Selat Mengkada, Selat Ana, Selat Linsing di dekat Rempang Utara, dan Selat Bedesse antara Sau dan Nginang.
  2. Selat Kasoe-Petjong, antara Kasoe dan Kapala Djerie.
  3. Selat Tjombol, antara Tjombol dan Bolang, yang terhubung dengan Selat Mie ke Selat Soelit.
  4. Selat Soelit, antara Tjombol dan Soegie, dengan Selat Pasei dan Selat Binga yang terkait.
  5. Selat Soelit, antara Soegie dan Soegie Bawa.
  6. Selat Moro, antara Soegie Bawa dan Moro, yang terbagi menjadi Selat Moro Dalem dan Selat Moro Luar oleh Pulau Djar.
  7. Selat Doerian, antara Moro dan daratan Sumatra, yang terbagi menjadi empat jalur oleh kelompok pulau Salar-Doeri.

Di kelompok pulau Rempang-Galang, terdapat juga:

  1. Selat Tjioen, antara Rempang dan Galang.
  2. Selat Penjabong, antara Galang dan Galang Baru, dengan Selat Tindoe dan Selat Semboe yang terkait.

Karena fragmentasi daratan yang besar, jalur air sebagian besar menggantikan jalan darat. Namun, pertanyaan muncul apakah jalur air ini akan tetap dapat digunakan secara terus-menerus. Pembentukan terumbu karang dan sedimentasi telah membuat beberapa jalur air menjadi tidak dapat digunakan lagi.

Contoh pembentukan daratan baru adalah:

  • Pulau Lima di pintu masuk Selat Boelang. Pada awalnya terdiri dari lima pulau kecil yang terpisah, sekarang menjadi satu pulau karena proses pembentukan terumbu karang dan sedimentasi.
  • Kumpulan pulau kecil lainnya juga mengalami proses yang sama.

Proses pembentukan daratan baru ini disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:

  • Pembentukan terumbu karang
  • Sedimentasi dari sungai
  • Pertumbuhan tanaman bakau dan prepat

Ketika terumbu karang terbentuk dan lubang-lubangnya terisi dengan sedimen, tanaman bakau dan prepat mulai tumbuh dan membantu mempercepat proses sedimentasi.

Untungnya, jalur air di antara pulau-pulau ini memiliki arus yang relatif kuat, yang memperlambat proses pembentukan terumbu karang dan sedimentasi.

Ketika pasang naik, arus kuat dari Laut Cina Selatan mengalir ke Selat Singapura dan Selat Riouw, membagi menjadi beberapa arah di sekitar kepulauan Batam.

Massa air yang bergerak ke barat melalui Selat Singapura mulai menunjukkan kecenderungan ke selatan setelah melewati Tanjung Singkoang di Batam bagian Utara. Di pulau Tholoep, terdapat arus yang mengalir ke barat dan ke selatan.

Arus pasang naik mengalir ke selatan melalui Selat Boelang dari Samboe dan Tholoep ke Tanjung Goendap, di mana ia bergabung dengan arus dari barat dari Batam bagian Timur hingga ke arah selatan.

Arus utama kedua mengalir melalui Selat Kasoe dan Petjong, dan sepanjang pantai barat Kapala Djerie ke Selat Tjombol, Soelit, dan lain-lain.

Akibatnya, arus pasang naik mengalir ke timur melalui Selat Ketam di antara pulau-pulau Bolang, dan ke barat melalui Selat Kantang hingga Selat Bolang Kanan, di mana ia bertemu dengan arus timur dari Selat Petjong dan kemudian mengalir ke selatan melalui Selat Bolang Kanan.

Arus pasang naik juga mengalir ke selatan melalui Selat Pinjoe, ke tenggara melalui Troesan Atjih, ke selatan melalui Selat Pakoe dari Selat Bolang ke Selat Bolang Kanan, dan ke tenggara dan selatan melalui Selat Mengkada dan Azva.

Arus pasang naik mengalir ke tenggara melalui Selat Tjombol, Selat Soelit, Selat Soegie, dan Selat Doerian, dan ke timur melalui Selat Moro Dalem dan Loewar.

Ketika air surut, arah arus di setiap selat berlawanan dengan arah arus pasang naik.

Seperti yang ditunjukkan oleh peta, terdapat banyak teluk dan cerukan di Kepulauan Batam. Namun, teluk-teluk ini tidaklah penting dan sebagian besar dipenuhi oleh terumbu karang dan lumpur.

Teluk Senimba, misalnya, menunjukkan tanda-tanda bahwa dulu merupakan teluk yang baik. Tetapi sekarang separuhnya kering pada saat air surut. Mulut teluknya telah menyempit karena terbentuknya pulau-pulau kecil terumbu karang.

Teluk terbaik yang ada adalah Teluk Tring di Batam bagian timur. Tetapi, kedalamannya semakin berkurang dan mendekati tidak dapat digunakan lagi untuk pelayaran dan penambatan kapal.

Pada akhirnya, perlu diperhatikan pentingnya jalur selatan di sekitar Selat Doerian sebagai jalur terpendek dari Jawa ke Bengkalis dan wilayah Atjih. Jalur ini memiliki kedalaman dan lebar yang cukup, dan hal yang sama berlaku untuk jalur antara Sumatra dan Kepulauan Karimun.

Jika kemudian batu bara dari Ombilin diekspor ke pantai timur Sumatra, maka tempat-tempat yang sesuai dapat ditentukan untuk penyimpanan batu bara dan juga memiliki tempat berlabuh yang baik.

Selain itu, keberadaan stasiun batu bara besar di wilayah ini akan sangat bermanfaat untuk mempromosikan pengembangan wilayah kepulauan Batam dari sudut pandang militer.

Bagian II

LUAS pulau-pulau di wilayah ini tidak terlalu besar. Batam, pulau terbesar di Kepulauan Batam, memiliki luas kurang dari 8 mil geografis persegi. Rempang memiliki luas sekitar 3 1/2 mil geografis persegi, Galang dan Soegie masing-masing 2 mil geografis persegi, Bolang Besar lebih dari 1 1/2 mil geografis persegi, Tjombol dengan Tjit-Lim sekitar 1 1/2 mil geografis persegi, dan Galang Baru kurang dari 1 mil geografis persegi.

Pulau-pulau lainnya memiliki luas yang lebih kecil. Luas total kepulauan ini dapat diperkirakan sekitar 25 mil geografis persegi.

Luas wilayah kepulauan Kateman sulit diperkirakan, tetapi bagian yang berada di bawah yurisdiksi raja yang memerintah atas nama Sultan Riouw di pulau Soelit dan Doeri dapat diperkirakan minimal 10 mil geografis persegi.


Pulau-pulau di wilayah ini, umumnya cukup tinggi dan bergunung-gunung. Hampir semua rangkaian gunung memiliki arah dari barat laut ke tenggara dan dapat dianggap sebagai perpanjangan dari dataran tinggi Malaka, tetapi dengan ketinggian yang lebih rendah dan terputus-putus.

Potongan peta berjudul : Schets-taalkaart van den Riouw- en Lingga-Archipel (Sketsa peta bahasa Kepulauan Riouw dan Lingga), dibuat oleh K.F. Holle dan dipublikasi pada 1889. © Universiteit Leiden Netherland/ koleksi pribadi

Gunung-gunung ini umumnya tidak lebih tinggi dari 200-300 kaki. Tetapi beberapa titik mencapai ketinggian yang lebih tinggi. Seperti Bukit Senimba dan Bukit Ladi di Batam, Bukit Boelang, dataran tinggi Tjombol, Bukit Bekaka dan Soegie di pulau Soegie, Bukit Doraq di Moro Besar, serta bukit Sangla dan Bukit Gandap di pulau Galang Baru.

Bukit Ladi, pegunungan Tjombol, dan Bukit Boelang memiliki ketinggian hampir 1000 kaki. Sementara Bukit Bekaka dan Doraq memiliki ketinggian lebih dari 1000 kaki.

Meskipun tanah di pulau-pulau ini umumnya tinggi, terdapat beberapa dataran rendah yang relatif luas di beberapa tempat. Mungkin dulunya merupakan teluk dangkal yang kemudian terisi oleh sedimentasi laut.

Dataran rendah di wilayah ini, sebagian besar masih terendam banjir saat air pasang. Dataran rendah yang cukup luas terdapat di sekitar sungai Bedoe, Lingkai, dan Tring di Batam. Ada juga dataran rendah di pulau Boelang, Teluk Batoe Tongkoe di pulau Tjit-Lim, serta wilayah Semboelang di pulau Rempang. Sementara wilayah Kateman seluruhnya merupakan dataran rendah dan merupakan bagian dari dataran aluvial besar di Sumatra Timur.

Selain dataran rendah di sekitar muara sungai, terdapat juga dataran rendah yang terletak lebih jauh di pedalaman pulau, yang merupakan dasar lembah-lembah yang lebih besar atau lebih kecil di antara bukit-bukit.

Dataran rendah ini sering kali memiliki penampilan seperti rawa-rawa, meskipun dipenuhi dengan berbagai jenis pohon. Sebagian besar dapat dilalui saat musim kemarau, tetapi saat musim hujan, tanahnya menjadi sangat lembab dan kadang-kadang terendam air.

Sungai-sungai di kepulauan ini umumnya kecil dan banyak yang tidak memiliki pasokan air tawar yang cukup. Bagian hilir sungai-sungai ini umumnya berisi air asin dan dasar sungai masih cukup rendah sehingga air laut dapat mencapai dan mengisi sungai saat pasang.

Hanya beberapa sungai yang memiliki bagian hulu yang relatif panjang dengan pasokan air tawar yang cukup. Tetapi kedalaman air di sana jarang lebih dari 1-2 kaki, kecuali saat musim hujan ketika sungai-sungai menjadi sangat penuh air.

Di Batam, terdapat beberapa sungai, seperti Sungai Nongsa, Tring, Blian, Panas, Bengkong, dan lain-lain.

Di antara sungai-sungai yang ada di kepulauan ini, terdapat beberapa sungai yang cukup besar, seperti Sungai Doeriankang atau Doerian di Batam, Sungai Tongkang, Antjoet, Bidan (Ngedan) atau Assiamkang, serta sungai Mërëndi.

Di Boelang Besar, terdapat sungai-sungai seperti Belang, Pahat, dan Kirat. Di Tjombol, terdapat sungai-sungai seperti Koho, Tenggapon, dan Tjit Lim. Di Soegie, terdapat sungai-sungai seperti Tenga atau Linggekang, Soegie Ao, Soegie Boeloe, Soegie Besar, serta Bentangoer.

Di Rempang, terdapat sungai-sungai seperti Akek, Lokan, Goa, Taling, Boeton, Monga, Semboelang Kanan dan Kiri, Boeloeh, Pakoe, dan Seranggong atau Raia. Di Galang, terdapat sungai-sungai seperti Segantong, Mentina, Pari Lama, dan Gong.

Di Galang Baru, terdapat sungai kecil bernama Ninih, yang sebenarnya hanya merupakan sebuah anak sungai yang kering saat air surut.


SELAIN jalur laut alami, tidak ada infrastruktur yang memudahkan hubungan di antara pulau-pulau ini. Jalan setapak di perkebunan gambir dan hutan membuat hubungan antara bagian-bagian pulau menjadi sulit.

Jalan yang ada sering kali terdiri dari batang pohon yang dapat menjadi licin dan berbahaya. Meskipun dapat terbiasa dengan jenis jalan seperti ini, namun tetap perlu berhati-hati agar tidak tergelincir atau tersandung.

Melewati jalan yang terbuat dari batang pohon, lebih baik daripada harus berjalan melalui rawa-rawa yang berlumpur. Pengalaman melewati rawa-rawa yang dalam dan berlumpur membuat kita harus menggunakan tongkat untuk menjaga keseimbangan.

Di beberapa tempat, terdapat jembatan yang terbuat dari beberapa batang pohon yang diikat dengan rotan atau akar pohon. Namun, jembatan ini sering kali rusak atau hanyut saat musim hujan, sehingga membuat perjalanan menjadi terhambat.

Kita sering menggunakan jalan-jalan yang ada untuk melakukan perjalanan, seperti dari Sungai Lekob ke Batoe Hadji, Tiban, Krandji, Senimba, dan lain-lain.

Tentang kondisi di pulau utama Batam, bisa disimak lebih jauh pada artikel : “Tionghoa di Negeri Riouw”.

Tanah di kepulauan ini terdiri dari granit dan gneis, yang di atasnya terdapat lapisan tanah liat yang lunak. Lapisan tanah liat ini terbentuk dari proses pelapukan batuan dan pengendapan material organik.

Di beberapa tempat, granit dan gneis muncul ke permukaan dalam bentuk yang masih segar. Namun, batuan ini dapat lapuk dengan cepat ketika terkena air dan udara. Air hujan yang meresap ke dalam batuan dapat menyebabkan kristal kuarsa dan feldspar pecah dan berubah menjadi pasir dan tanah liat.

Feldspar adalah tanah yang merupakan bagian dari kelompok mineral aluminosilikat yang paling melimpah di kerak bumi. Feldspar mengandung kalium, natrium, dan kalsium dalam jumlah yang bervariasi. Feldspar juga memiliki banyak kegunaan dalam industri, terutama dalam produksi keramik dan gelas.

Kristal kuarsa yang besar dapat ditemukan di beberapa tempat, yang dikenal sebagai “intan Boelang” di pulau Boelang. Namun, kristal ini tidak digunakan untuk keperluan apa pun. Sementara tanah liat di kepulauan ini memiliki warna yang berbeda-beda, mulai dari putih hingga coklat. Tanah liat ini dapat digunakan untuk membuat keramik dan lain-lain.

Bijih besi terdapat di hampir di semua tempat, namun tidak dalam jumlah yang cukup untuk dieksploitasi. Bijih besi dapat ditemukan, namun belum ada upaya untuk menambangnya.

Kaolin, jenis tanah liat yang sangat murni, dapat ditemukan di beberapa tempat. Tanah liat ini sangat baik untuk membuat keramik dan lain-lain.

Di bagian barat laut Batam dan di tanah-tanah lereng barat Bukit Ladi, banyak ditemukan pasir. Hal ini terjadi di mana-mana, di mana kuarsa banyak terkandung dalam batuan bukit.

Tanah di sini secara umum relatif subur, dan kesuburan ini meningkat secara alami dengan pencampuran tanah dengan bahan organik. Hutan yang lebat tumbuh dengan subur dan mendukung kesuburan tanah dengan cara menciptakan lapisan humus yang tipis atau tebal, distribusi air yang baik melalui akar, dan mencegah penguapan air yang cepat.

Tanah terbaik ditemukan di daerah dataran rendah, dan aluvium sering kali memiliki kualitas yang sangat baik untuk pertanian. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, eksploitasi hutan yang tidak bijaksana dan penebangan hutan yang berlebihan telah menyebabkan penurunan kesuburan tanah di beberapa tempat.

Pada masa ini, wilayah hutan di pedalaman pulau-pulau utama di kepulauan Batam, mulai banyak dibuka oleh kelompok Tionghoa yang mengupayakan perkebunan. Baca : “Tionghoa di Negeri Riouw”.

Jika tanah yang sudah tidak subur ini ditinggalkan oleh penggarapnya, maka tanah tersebut akan mulai pulih kesuburannya dengan bantuan alam dan hujan yang sering turun.


DI daerah ini, tidak ada perbedaan yang jelas antara musim hujan dan musim kemarau. Sepanjang tahun, curah hujan relatif tinggi, dengan curah hujan tertinggi biasanya terjadi pada bulan-bulan peralihan musim dan awal musim utara.

Musim utara berlangsung dari November hingga Januari, dengan angin yang biasanya bertiup dari utara, kadang-kadang dari barat laut atau timur laut. Pada periode ini, curah hujan selalu tinggi.

Musim kemarau kedua, yang disebut musim kemaran, berlangsung dari Februari hingga April, dengan angin yang tidak stabil dan terkadang bertiup dari timur. Meskipun demikian, masih sering terjadi hujan pada periode ini.

Suhu udara di daerah ini bervariasi antara 74°F hingga 89°F, dengan suhu yang lebih rendah biasanya terjadi pada malam hari. Iklim di daerah ini cukup nyaman karena adanya hujan yang sering turun dan arus laut yang kuat.

Bagian III

HUTAN yang lebat dan hijau, menutupi sebagian besar tanah di kepulauan ini. Vegetasi ini sangat berkontribusi pada kekayaan daerah ini. Bahkan daerah rawa yang terkena banjir air laut memiliki nilai karena adanya vegetasi yang dapat digunakan secara langsung atau tidak langsung.

Di hutan bakau, terdapat beberapa jenis tumbuhan, seperti bakau aki, bakau buloekap, dan bakau boeroes, yang memiliki kulit kayu yang kasar dan dapat digunakan sebagai bahan pewarna. Kayunya keras dan berwarna merah, dan sering digunakan sebagai bahan bangunan atau kayu bakar.

Selain itu, terdapat juga tumbuhan lain seperti prepat atau pérepat, yang memiliki akar yang unik dan kayu yang keras dan berwarna terang. Kayu ini sangat dicari untuk membuat rangka perahu dan tongkang.

Di hutan pantai, terdapat juga jenis tumbuhan lain seperti teruntum, cingam, ngiri atau niri, tengar, dan toemoe, yang masing-masing memiliki karakteristik dan kegunaan yang unik.

Di antara tumbuhan tersebut, terdapat juga nipah yang tumbuh di daerah pantai berpasir dan lumpur asin, dengan buah yang dapat dimakan dan daun yang dapat digunakan sebagai bahan atap yang baik. Batang daun nipah juga dapat digunakan sebagai bahan pagar yang rapi untuk rumah-rumah.

Selain itu, terdapat juga jenis pohon gabus (Alstonia scholaris) yang tumbuh di daerah berpasir, dengan kayu yang sangat lunak dan berwarna putih, yang digunakan sebagai bahan gabus, seperti pada topi, dan sebagai pelampung jaring.

Di pantai berpasir, terdapat jenis pohon boeta yang memiliki batang yang sedikit lebih keras daripada gabus, dengan akar yang dapat digunakan untuk tujuan yang sama. Terdapat juga jenis pohon munigi dengan daun yang mirip dengan daun asam, bunga putih, dan buah kecil yang berisi banyak biji, yang menghasilkan kayu merah yang keras.

Pohon biaga (Calophyllum inophyllum) juga tumbuh di daerah pantai, dengan kayu yang keras dan berliku, yang digunakan untuk membuat rangka perahu. Kulit kayunya berwarna hijau, getahnya berwarna putih tetapi berkualitas buruk, bunganya berwarna putih, dan buahnya yang bulat dan dapat dimakan berwarna hijau.

Di daerah pantai berpasir, juga tumbuh pohon bengkoedoe, yang akarnya dapat digunakan sebagai bahan pewarna kuning dan obat-obatan, serta buahnya yang dapat dimakan sebagai sayuran atau dibuat menjadi rujak.

Di antara pohon bakau, tumbuh jenis tanaman merambat yang disebut pelonjok, dengan buah yang asam dan dapat dimakan, yang berwarna merah cerah ketika mentah dan kuning ketika matang.

Di daerah yang hanya kadang-kadang terkena banjir air laut, tumbuh jenis tanaman yang paling penting di daerah pantai, yaitu rumbia (Metroxylon sagus), yang juga tumbuh subur di rawa-rawa air tawar. Rumbia membentuk hutan yang luas di pantai rendah Sumatra dan juga di Kateman, dan juga ditemukan di pulau-pulau lain meskipun dalam jumlah yang lebih sedikit.

Selain rumbia, terdapat juga jenis tanaman lain seperti waru laut (Thespesia populnea) yang tumbuh di daerah rawa dan tanah tinggi, dengan kayu yang sangat cocok untuk membuat arang untuk mesiu dan kulit kayu yang merupakan bahan pengikat yang sangat baik.

Terdapat juga jenis tanaman pandan (Pandanus) yang tumbuh di daerah rawa dan tanah tinggi, dengan daun yang berduri kecil dan sangat cocok untuk membuat tikar dan anyaman, serta buah yang manis dapat dimakan.

Di daerah berpasir, tumbuh jenis tanaman nyiur (Cocos nucifera) yang buahnya dapat dimakan, diolah menjadi minyak, atau diekspor sebagai kopra kering untuk pembuatan sabun. Dari getah bunga yang terluka dapat dibuat gula, dan dari daunnya dapat dibuat atap.

Di daerah dataran rendah air tawar, terdapat jenis tanaman seperti pandan, serta jenis tanaman lain yang mirip dengan pandan tetapi dengan duri yang lebih besar (Pachyrrhizus angulatus), yang daunnya digunakan untuk membuat kadang yang sangat cocok untuk dinding.

Terdapat juga jenis tanaman klobie atau kelu bie yang mirip dengan nipah, dengan batang yang lebih tinggi dan berduri, serta buah yang manis dan asam dapat dimakan, dan daun yang dapat digunakan sebagai atap.

Di sini, banyak ditemukan jenis tanaman Bising, yaitu semak-semak yang mirip dengan holly, dengan duri tajam pada daunnya tetapi bunga putih yang indah. Juga terdapat jenis tanaman mojong (Nepenthes) yang tumbuh di tanah hutan yang lembab.

Selain itu, terdapat juga jenis tanaman nibo iboel yang tumbuh lebih tinggi dan besar daripada nibung biasa, dan serdang yang daunnya digunakan sebagai atap dan batangnya digunakan sebagai talang.

Di antara hutan, ditemukan berbagai jenis lumut, pakis, anggrek, dan rumput. Tanah pantai yang rendah sudah kaya akan tanaman yang berguna, dan tidak kalah dengan daerah pedalaman yang lebih tinggi.

Hutan di sekitar Mukakuning, Batam yang masih tersisa. Foto diambil pada tahun 2024. © F. Bintoro Suryo

Tidak ada tempat yang tidak ditumbuhi tanaman. Kayu yang sangat baik untuk bangunan, getah, dan berbagai bahan lainnya disediakan oleh hutan dalam jumlah banyak.

Bahkan alang-alang (Imperata arundinacea) yang tumbuh di area hutan yang terbuka atau tanah pertanian yang tidak terawat, digunakan sebagai bahan atap yang tahan lama. Bunga alang-alang yang putih dan berbulu digunakan sebagai bahan isi kasur.

Jenis tanaman lain yang lebih penting adalah resam, yaitu jenis pakis yang tumbuh di daerah ini. Terdapat tiga jenis resam, yaitu resam biasa dengan batang yang panjang dan tipis, resam gadjah dengan batang yang lebih tebal, dan resam piai yang sangat pendek dan tidak digunakan.

Selain itu, terdapat juga jenis tanaman lain seperti plampong, yang tunas dan daunnya mirip dengan salad; dua jenis pakis, yaitu kokol dan pakoe yang daun mudanya digunakan sebagai sayuran; bajam hijau dan bajam merah, dua jenis tanaman yang daunnya digunakan sebagai sayuran; rokam, semak dengan bunga yang indah dan buah yang manis; dan banyak tanaman lain yang hanya digunakan sebagai kayu bakar.

Di antara hutan, terdapat banyak jenis rotan dengan ketebalan, panjang, dan warna yang berbeda-beda. Terdapat rotan boea dengan buah yang dapat dimakan dan berwarna putih; rotan idjau dengan warna hijau; rotan batu dan rotan lajar dengan ketebalan yang lebih besar; dan rotan tiatjir yang panjang dan tipis.

Selain itu, terdapat juga jenis bambu seperti boeloeh betong yang besar dan hijau, dengan tunas yang dapat dimakan; bambu kasap yang lebih tipis dan berwarna kuning; bambu akar yang lebih pendek dan berwarna hijau; dan bambu padi yang sangat tipis.

Bambu-bambu ini digunakan untuk berbagai keperluan, seperti membuat pagar, tiang, dan lain-lain. Getah dan hars juga dihasilkan oleh beberapa jenis tanaman, seperti taban, sondie, gerih, dan pestja.

Damar juga dihasilkan oleh beberapa jenis tanaman, seperti resa, kroeing idjau, dan kroeing merah. Kaminjan/ kemenyan (Styrax benzoin) juga ditemukan di daerah ini, tetapi getahnya tidak dikumpulkan.

Getah dan hars dikumpulkan dengan cara memotong pohon dan membuat sayatan pada batang pohon. Getah yang keluar kemudian dikumpulkan dalam wadah yang terbuat dari tempurung kelapa atau wadah lain yang sesuai.

Hars” dan “getah” dalam konteks tumbuhan mengacu pada cairan kental yang keluar dari batang, kulit, atau daun yang terluka. Hars adalah jenis getah yang mengeras ketika terkena udara. Getah sendiri dapat berupa cairan nutrisi dari pembuluh tapis, lateks (seperti dari pohon karet), atau resin (seperti damar). 

Hutan juga menyediakan banyak jenis kayu yang sangat baik untuk bangunan dan pembuatan kapal. Beberapa jenis kayu yang paling berharga adalah krandji dengan kayu merah coklat yang sangat baik; blian atau belian dengan kayu kuning yang sangat berat; tembesu dengan kayu coklat muda yang sangat cocok untuk pembuatan kapal; dan merbau dengan kayu merah yang sangat bagus.

Jenis-jenis kayu ini tidak diserang oleh rayap dan sangat tahan lama. Selain itu, terdapat juga jenis kayu lain seperti medang batu, medang sirai, dan medang kladei dengan kayu yang kekuningan; merawan dengan kayu merah yang sangat berguna; serta beberapa jenis kayu lain yang memiliki kualitas yang sangat baik.

Kayu-kayu ini sangat berharga karena tidak tenggelam dalam air, sehingga sangat cocok untuk pembuatan kapal dan bangunan.

Jenis kayu yang lebih berat disediakan oleh kebal ajam dengan kayu merah muda yang sangat dicari untuk tiang kapal; balan biasa dengan kayu kuning kotor; dan b. boenga dengan kayu kuning yang indah dan dihiasi dengan garis-garis merah muda, sangat cocok untuk mebel.

Sengas memiliki kayu merah yang indah dan mengandung getah yang tajam dan pedas. Jenis kayu lain adalah daroe atau daroudaroe dengan kayu kuning tua; kempas dengan kayu merah yang sangat keras; mer liling dengan kayu putih yang berat dan kuat; dan mentangoer atau bentangoer dengan kayu yang lebih ringan.

Mentangoer memiliki tiga jenis, yaitu m. ramoen dengan kulit kayu merah kuning yang banyak digunakan untuk pembuatan kapal dan kayu merah; m. batoe dengan kulit kayu merah dan kayu merah muda; dan m. atioe dengan kulit kayu merah dan kayu merah tua.

Jenis-jenis kayu ini sangat cocok untuk tiang kapal dan batang kapal, serta kulit kayunya sangat berguna. Semua jenis kayu ini menyediakan pekerjaan bagi banyak orang, baik bagi penduduk asli yang setiap tahun mengirimkan kayu ke Singapura maupun bagi orang Cina yang mengekspor banyak papan kayu.

Jenis kayu lain yang kurang umum adalah kajoe arang (kayu eboni) yang jarang ditebang; sepang (kayu sappan) yang kulit dan kayunya merah digunakan sebagai bahan pewarna; dan garoe yang menyediakan bahan dupa yang sangat dihargai oleh orang Cina.

Terdapat juga beberapa jenis tanaman yang memiliki buah yang dapat dimakan, seperti keledang dengan kayu merah dan buah merah; basok dengan kayu kuning; terap dengan buah merah dan kulit kayu yang cocok untuk membuat tali; dan beberapa jenis tanaman lain.

Selain itu, terdapat juga beberapa jenis tanaman yang tumbuh liar, seperti ramboenia dan tas dengan buah merah kecil; tampoei dan pantjoe dengan buah hijau besar dan manis; memaling dengan buah kecil dan bulat yang memiliki kulit keras; dan doerian daoen atau doerian liar dengan buah bulat yang memiliki duri panjang dan fleksibel.

Terdapat juga beberapa jenis tanaman yang memiliki buah asam, seperti kiris, kedondong, dan lenggajoen dengan buah hijau; peradong dengan kayu merah dan buah kuning; razva dan prene dengan buah merah asam; dan beberapa jenis tanaman lain.

Selain itu, terdapat juga beberapa jenis tanaman yang memiliki buah yang dapat dimakan, seperti landjoet dan bindjai atau kewung dengan buah merah; matjang oetan dengan buah kecil yang sangat asam; dan beberapa jenis tanaman lain.

Jenis tanaman lain yang tumbuh liar adalah jenis pisang. Seperti barangan atau kastanye liar dengan buah kecil yang dapat dimakan, sirih oetan dengan daun yang keras dan kasar serta beberapa jenis tanaman lain.

Banyak jenis sayuran dan buah-buahan yang telah diperkenalkan ke daerah ini, seperti katjang idjau, katjang pandjang, dan katjang tanah. Termasuk sawi dengan daun yang mirip dengan andijvie, beberapa jenis curcuma seperti halia, langkoeas, dan koenjit, beberapa jenis convolvulaceae seperti kangkhoeng dan kledek, beberapa jenis pepper seperti lada besar dan lada kecil serta beberapa jenis tanaman lain.

Jenis-jenis tanaman ini semua tumbuh dengan baik di daerah ini, meskipun mereka bukanlah tanaman asli. Hanya tentang gambir saja ada keraguan, apakah itu tanaman asli atau tidak.

Bagian IV

FAUNA di kepulauan ini umumnya mirip dengan fauna di Sumatera dan Malaka, tetapi dengan beberapa perbedaan. Hewan pemangsa seperti harimau tidak ditemukan di sini, tetapi ada kemungkinan bahwa mereka pernah hidup di sini di masa lalu.

Catatan : Schot menyebut Malaka untuk mendeskripsikan wilayah Semenanjung Malaya.

Ada empat jenis kera yang ditemukan di sini, yaitu kera (cercopithecus), hërok atau broek (innuus nemestrinus), loetong (semnopithecus maurus), dan koekang atau koengkang (stenops tardigradus). Koekang memiliki bulu yang halus dan mata yang besar dan mengkilap, serta aktif di malam hari.

Menurut penduduk asli dan orang Cina yang tinggal di sini, bulu koekang dianggap sebagai obat yang dapat menangkal penyakit dan mengobati luka. Beberapa helai bulu koekang sering dicampurkan dengan obat-obatan tradisional.

Kelelawar juga ditemukan di sini, termasuk kloewang (pteropus javanicus) dan klalawar (vespertilio). Selain itu, ada juga moensang atau civetkat (paradoxurus musanga) dan trenggiling (manys).

Hewan pengerat seperti tikus dan tupai juga ditemukan di sini. Tupai (sciurus) memiliki dua jenis, yaitu tupai dengan warna coklat dan garis hitam di perutnya, dan tupai dengan warna abu-abu yang lebih besar.

Rusa dan kijang tidak ditemukan di sini karena perburuan yang terus-menerus. Namun, masih ada beberapa jenis hewan lain seperti plandoek (moschus) yang terdiri dari dua jenis, yaitu napoe (moschus napu) dan kantjil (moschus kantjil).

Perburuan plandoek dilakukan dengan menggunakan perangkap atau dengan bantuan anjing. Plandoek yang terpojok akan berenang untuk melarikan diri, tetapi para pemburu akan menunggu di air untuk menangkapnya.

Babi hutan juga ditemukan di sini dan dapat menjadi hama bagi petani. Selain itu, ada juga hewan laut seperti bruinvis/ lumba-lumba (delphinus phocaena) dan duyung (halicore).

Meskipun jenis mamalia di sini terbatas, burung-burung di sini sangat beragam. Ada banyak jenis burung pemangsa seperti elang dan burung hantu, serta burung-burung lain seperti kangkok (buceros rhinoceros) dan Tiong mas (beo).

Beberapa jenis burung lain yang ditemukan di sini adalah pipit, perling, dan raja udang. Selain itu, ada juga beberapa jenis burung yang memiliki suara yang indah seperti murai.

Dengan demikian, kepulauan ini memiliki keanekaragaman hayati yang unik dan menarik untuk dipelajari.

Burung

Di sini terdapat beberapa jenis burung, antara lain:

  • Dunsnaveligen/ burung Gacor, seperti sepah pinang moeda, seekor burung kecil hijau yang hidup di pepohonan.
  • Honigvogels/ burung Sriganti, seperti tjetjap blauw, burung berwarna biru dengan dada kuning.
  • Swallow/ burung layang-layang, seperti lajang goeha dan lajang biasa.
  • Merpati, seperti poenais, pergam, dan razva.
  • Ayam-ayaman, seperti poejoeh dan limboek.
  • Burung pantai, seperti ranggoeng dan bango.
  • Bebek liar, atau itik laoet.
  • Stormvogels, seperti tjamar.

Reptil dan Amfibi

Di sini juga terdapat beberapa jenis reptil dan amfibi, antara lain:

  • Krokodil
  • Monitor atau leguan, seperti biawak dan biawak poeroe.
  • Hagedis, seperti oempak-oempak dan tjetjak.
  • Ular, seperti oelar sawa dan oelar daoen, serta beberapa jenis ular berbisa.
  • Kodok, seperti kodok biasa dan katak belong.
  • Katak pohon, seperti belentoeng.

Ikan dan Biota Laut Lainnya

Di sini juga terdapat beberapa jenis ikan dan biota laut lainnya, antara lain:

  • Troeboek
  • Tengiri
  • Toenda
  • Parang
  • Talang
  • Lodak
  • Dingkis
  • Haai
  • Rok
  • Kreeft dan kepiting, seperti oedang pepai dan ketam.
  • Teripang, seperti tripang dan gerit.
  • Moluska, seperti oekas, sendjolih, dan lokan.

Hewan Berbahaya

Di antara hewan-hewan yang paling berbahaya di sini adalah:

  • Semut putih (anei-aneij)
  • Myriapoda (Lipan)
  • Kalajengking (kala, kala-djënking)
  • Paalworm (kapang, teredo navalis) dan tembilok yang mirip dengannya namun lebih besar, yang hanya ditemukan di kayu mati bakau, perapat, teruntum, ngiri, tengar, dan tumoh.
  • Tembilok dianggap sebagai makanan lezat oleh banyak penduduk lokal dan orang Cina, dan sering dimakan mentah.

Hewan Lainnya

Tidak disebutkan tentang semua jenis kupu-kupu yang kadang-kadang indah seperti bunga, kumbang, termasuk beberapa yang mengeluarkan bau tidak sedap, belalang, laba-laba, lalat, lebah, tawon, nyamuk, dan banyak jenis lainnya yang kadang-kadang masih bisa berguna, seperti lebah, namun umumnya merupakan hama bagi manusia dan hewan.

(Bersambung)

Selanjutnya : “Catatan J.G. Schot Tentang Kepulauan Batam (Bagian V – VII)

Gambar cover : Peta Kepulauan Batam (Battam Archipel) yang disusun oleh J.G. Schot dan menjadi lampiran dalam catatan jurnalnya tahun 1882. © Universiteit Leiden/ Koleksi pribadi

Bintoro Suryo

About Author /

Admin

1 Comment

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Start typing and press Enter to search

Silahkan bagikan konten ini.