Bintoro SuryoBintoro SuryoBintoro Suryo
  • Catatan
    • Cerita
    • Humaniora
    • Lingkungan
    • History
  • Pandang Dengar
    • Potret
    • Inspirasi
  • Persona
    • Otak Lelaki
    • Puan
    • Keluarga
    • Kanal Teman
  • Sisi
    • Varia
    • Fiksi
    • Impresi
    • NulisRingkas
Bintoro SuryoBintoro Suryo
  • Catatan
  • Pandang Dengar
  • Persona
  • Sisi
Cari
  • Catatan
    • Cerita
    • Humaniora
    • Lingkungan
    • History
  • Pandang Dengar
    • Potret
    • Inspirasi
  • Persona
    • Otak Lelaki
    • Puan
    • Keluarga
    • Kanal Teman
  • Sisi
    • Varia
    • Fiksi
    • Impresi
    • NulisRingkas
Ikuti Kami
Copyright 2004 - 2025, bintorosuryo.com. Desain oleh Beplus Indonesia
Cerita

Nelayan Perairan Laut, Kini Air Tawar

Teluk Duriangkang yang Kini Tawar (bagian 2 - Selesai)

Oleh Bintoro Suryo
Diterbitkan pada: 8 Desember 2023
817 x dilihat
Sebarkan

KETIKA proyek bendungan dimulai tahun 1992, masyarakat Duriangkang dihadapkan pada perubahan besar. Mereka harus pindah dan mengubah cara hidup yang sebelumnya bergantung dari laut di teluk tenang itu. Bendungan yang akan dibangun, segera membanjiri sebagian besar tempat tinggal mereka, mengubah lanskap dan membawa perubahan mendalam dalam cara hidup.


Tahun-tahun terakhir Duriangkang dihuni sebagai perkampungan orang sebelum ditenggelamkan, sudah ada akses jalan darat yang menghubungkan kampung tua itu dengan wilayah lain di pulau Batam.

Sampai awal dekade 90-an, Badan Otorita Batam di bawah BJ Habibie, telah menyelesaikan banyak ruas jalan aspal penghubung dari satu wilayah ke wilayah lain di pulau ini. Untuk akses darat kampung tua Duriangkang saat itu, bisa dilalui, salah satunya dari seberang markas PBK Duriangkang di jalan Ahmad Yani. Akses lain bisa dilalui melalui ruas jalan menuju Sei Pancur.

Begitu pembangunan Waduk Duriangkang dimulai, warga Duriangkang direlokasi ke sejumlah wilayah. Seperti wilayah Pancur. Namun, banyak juga yang memilih untuk mendiami kawasan Rumah liar (Ruli, pen) kampung Sukajadi (kini menjadi area perumahan The Central Sukajadi dan Bukit Indah Sukajadi, pen) hingga kawasan Jodoh dan Nagoya yang saat itu sedang dikembangkan pemerintah (Badan Otorita Batam/ BP Batam, pen.). Pertimbangan warga adalah akses yang lebih dekat dengan pusat keramaian dan juga lokasi kerja.

Seiring berjalannya waktu, perairan yang dulu laut, kemudian berubah jadi danau besar air tawar. Hingga proses desalinisasi teluk yang dibendung jadi danau air tawar hingga bertahun setelahnya, sempat tidak ada lagi aktifitas kehidupan di sana. Duriangkang sempat sunyi. ekosistem kehidupan alam di sana, perlahan juga mulai berubah.

Bertahun setelah ekosistem alam baru di sekitarnya terbentuk, aktifitas manusia kembali ada. Awal tahun 2000-an misalnya, hutan di sekitar DAM Duriangkang sempat difungsikan sebagai lokasi peternakan liar. Terutama babi. Kondisi itu mengancam sumber air di waduk hasil membendung laut tersebut. Berkali-kali upaya penertiban dilakukan petugas hingga akhirnya wilayah hutan tangkapan air di sana steril.

Meski perubahan besar telah terjadi puluhan tahun lalu, aktivitas nelayan masih tetap terlihat di perairan Duriangkang yang kini jadi tawar. Puluhan tahun lalu, ribuan bibit ikan air tawar disebar. Terutama mujair. Bertahun kemudian setelahnya, itu menjadi berkah. Aktifitas nelayan air tawar bermunculan.

Data dari BP Batam beberapa tahun lalu, jumlah nelayan di waduk tersebut mencapai 400 orang. Untuk menjaga kelestarian wilayah sekitarnya yang kini masuk dalam Daerah Tangkapan Air (DTA), BP Batam juga mengeluarkan kartu pengenal untuk mereka. Tujuannya, demi menjaga suplai dan ketersediaan air baku di Waduk Duriangkang untuk pemenuhan kebutuhan air masyarakat Batam tetap aman.

Seorang pemancing di pinggiran Waduk Duriangkang, Batam. © bintorosuryo.com

Secara umum saat ini, luas daerah tangkapan air (DTA) di Duriangkang mencapai lebih dari 7.000 hektar dengan luas permukaan 1.200 hektar. Waduk Duriangkang juga menopang 70 persen kebutuhan air bersih di Kota Batam.

Saya dan keluarga sempat mengunjungi kembali lokasi Duriangkang beberapa waktu kemarin. Seperti melihat ke masa lalu. Jejeran perahu nelayan, lumayan ramai. Mereka menggunakan alat tangkap jaring untuk meraih rezeki di teluk yang sekarang tawar itu. Beberapa yang lain menggunakan joran pancing, tapi lebih didominasi oleh penghobi.

Kami menyusur jalan setapak yang dipenuhi kebun-kebun di Duriangkang. © F. bintorosuryo.com

“Ikan apa yang banyak di sini, bang”, tegur saya ke salah satu pemancing di bibir danau.

“Mujair”, katanya.

“Gak takut buaya, mancingnya dekat sekali ini”, tanya saya.

Informasi tentang keberadaan buaya-buaya, marak terdengar beberapa tahu ini di sana.

Saat ini, waduk Duriangkang digunakan sebagai penyuplai utama kebutuhan air bersih warga Batam. Waduk Duriangkang dikelola oleh SPAM BP Batam, namun sebelumnya, pengelolaan pernah dikerjasamakan selama 25 tahun dengan PT. ATB Batam. Waduk ini telah menjadi sumber vital dalam memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk Batam, mencerminkan transformasi besar dari perairan menjadi sumber air yang penting bagi wilayah ini.

Hutan di sekelilingnya, yang sebagian dijadikan lahan kebun oleh warga, sebenarnya merupakan daerah tangkapan air. Berfungsi juga sebagai hutan kota yang memberi suplai oksigen bagi warga yang mendiaminya.

Hampir sebagian besarnya sudah terjamah aktifitas manusia. Tapi, masih cukup layak bagi kita yang ingin mencari suasana lain di perkotaan yang padat seperti Batam.

Kisah hidup di perairan Duriangkang mencerminkan perubahan dan adaptasi dalam kehidupan masyarakat seiring dengan pembangunan bendungan. Dalam beberapa dekade terakhir, perairan Duriangkang telah berubah menjadi sumber air yang sangat berharga bagi warga Batam.

(*)

Browse by Category

  • Cerita
  • Fiksi
  • History
  • Humaniora
  • Impresi
  • Inspirasi
  • Kanal Teman
  • Keluarga
  • Lingkungan
  • NulisRingkas
  • Otak Lelaki
  • Potret
  • Puan
  • Varia
KAITAN:#SerialBATAMDuriangkanghistoryhutannelayanWaduk
Sebarkan Artikel Ini
Facebook Whatsapp Whatsapp Email Copy Link
Artikel Sebelumnya Orang Tionghoa, Nelayan Laut dan Ladang di Duriangkang
Artikel Selanjutnya Kepala Desa yang Membangun Rumah Limas Melayu
3 Komentar 3 Komentar
  • Ping-balik: Nelayan Perairan Laut, Kini Air Tawar - GoWest.ID
  • Ping-balik: Nelayan Perairan Laut, Kini Air Tawar - Informasi dari Sumber Terpercaya
  • Ping-balik: Nelayan Perairan Laut, Kini Air Tawar - BatamBuzz

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ikut Berkontribusi sebagai Volunteer

Kami adalah bagian dari komunitas yang mengembangkan literasi digital, media monitoring dan penyelamatan lingkungan hidup.
Ikut Bergabung

UPDATE

Metamorfosa Lingua Franca; Indonesia
Impresi
29 Oktober 2025
70 x dilihat
“Gunung Ranai yang Menjulang, Kekah yang Malang”
History
16 Oktober 2025
84 x dilihat
“Menyusur Kampung-kampung di Boengoeran”
History
9 Oktober 2025
87 x dilihat
Boengoeran, Belle Isle di Kepulauan Tujuh
History
26 September 2025
130 x dilihat
Siantan: Di Kampung Melayu dan Orang Cina
History
20 September 2025
151 x dilihat

POPULER

Humaniora

Selat Panjang ; “Tanah Jantan”

Oleh Bintoro Suryo
2.3k x dilihat

Kapan Pemerintahan Kota Batam Berdiri?

Oleh Bintoro Suryo
2k x dilihat

Menelusur Nongsa Masa Lalu

Oleh Bintoro Suryo
2k x dilihat

Nyekar : Idul Fitri 1438 Hijriah

Oleh Andri Susi
1.9k x dilihat

Ikuti Kami:

Akses Cepat

  • YLGI
  • GoWest.ID
  • Sultan Yohana
  • Beplus Indonesia

Fitur

  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kebijakan Privasi

Catatan Kuki

Situs kami menggunakan third parties cookies untuk meningkatkan performa konten dan artikel yang diterbitkan

Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?