Bintoro SuryoBintoro SuryoBintoro Suryo
  • Catatan
    • Cerita
    • Humaniora
    • Lingkungan
    • History
  • Pandang Dengar
    • Potret
    • Inspirasi
  • Persona
    • Otak Lelaki
    • Puan
    • Keluarga
    • Kanal Teman
  • Sisi
    • Varia
    • Fiksi
    • Impresi
    • NulisRingkas
Bintoro SuryoBintoro Suryo
  • Catatan
  • Pandang Dengar
  • Persona
  • Sisi
Cari
  • Catatan
    • Cerita
    • Humaniora
    • Lingkungan
    • History
  • Pandang Dengar
    • Potret
    • Inspirasi
  • Persona
    • Otak Lelaki
    • Puan
    • Keluarga
    • Kanal Teman
  • Sisi
    • Varia
    • Fiksi
    • Impresi
    • NulisRingkas
Ikuti Kami
Copyright 2004 - 2025, bintorosuryo.com. Desain oleh Beplus Indonesia
History

Konflik Persaingan Inggris – Belanda, Ancaman Perompakan

"Raja Issa, Dari Muar ke Muara Sungai Nungsa; Dualisme Lanun & Navigasi Pelayaran (Bagian 3)

Oleh Bintoro Suryo
Diterbitkan pada: 11 Desember 2025
141 x dilihat
Sebarkan

“Kapal-kapal dagang dari ‘Negeri di atas angin’ lebih memilih bandar Singapura. Kebijakan yang diterapkan pemerintah kolonial, hanya sedikit berimbas pada kegiatan lego jangkar kapal-kapal itu di perairan sekitar Teloek Boolan (Teluk Tering di pulau Batam). Mereka memanfaatkan waktu tunggu bongkar muat barang dengan biaya lebih murah di teluk perairan sebelah timur Batam masa itu sebelum bergerak ke Singapura.” (James Horsburg, 1826)

Daftar Isi
  • Pelabuhan Bebas Riouw 1828
  • Bandar Riouw yang Sepi
  • Berhijrah ke Sungai Nungsa, Menavigasi Perairan
  • Kampung Nungsa saat Kedatangan Raja Issa

…

“Penyebutan nama wilayah Nungsa dalam surat tugas Residen Belanda kepada Raja Issa yang saat itu tinggal di pulau Nipa (Pulau Angup pen.), menyimpulkan wilayah di ujung Utara pulau Batam itu telah bernama demikian sejak sebelum masa kedatangan Raja Issa ...”

…

“Nama Nong Issa sebagai toponimi kampung Nongsa, muncul dalam dongeng cerita rakyat untuk siswa sekolah dasar yang dikarang oleh sastrawan B.M. Syamsudin pada 1996; “Cerita Rakyat dari pulau Batam“.


BEBERAPA hasil kesepakatan perjanjian London antara Belanda – Inggris pada 1824, tidak langsung berjalan mulus. Beberapa poin seperti batas teritori kekuasaan serta kewajiban pengendalian ancaman bajak laut di wilayah perbatasan belum berjalan baik.

Pada tahun 1827, terjadi klaim kewilayahan dari kesultanan selat (Johor Pahang Singapura) terhadap wilayah kepulauan Karimun. Sultan Husein yang bermukim di Singapura, tetap mengganggap Karimun sebagai bagian wilayah kesultanannya. Ia bahkan memberikan hak konsesi kepada seorang saudagar asal Singapura untuk mendirikan bangunan di sana dan mengelola pertambangan timah. (Lihat : Tuhfat Al Nafis)

Pihak Belanda yang gusar, kemudian menyampaikan protes keberatan kepada Residen Inggris di Singapura, tapi tidak langsung ditanggapi. Pihak Inggris justeru menyampaikan protes serupa. Menurut mereka, wilayah perbatasan selat Singapura yang masuk kekuasaan Belanda, masih marak aksi bajak laut. Hal itu dinilai merugikan Inggris dan mitra dagang mereka. Terutama para pedagang dari ‘negeri di atas angin’ yang melalui perairan padat tersebut.

“… Pada tanggal 13 Agustus 1827, Residen Elout menginformasikan kepada Residen Singapura bahwa Sultan ‘Abdu’r-Rahman akan menegaskan haknya atas Kepulauan Kerimun, tetapi tidak dengan mengibarkan bendera Belanda. Sementara itu, Yamtuan Muda Ja’far juga menulis kepada Sultan Husain bahwa saudara tirinya, Sultan ‘Abdu’r-Rahman, akan mengibarkan benderanya di pulau tersebut. Yamtuan Muda kemudian mengirim Engku Sayid Muhammad Zin al-Kudsi untuk menanamkan bendera hitam-putih Riau. Namun, Sultan Husain, yang disebut “Sultan Selat” oleh orang Melayu Riau, tidak mengindahkan peringatan tersebut. Pada tanggal 17 September, Husain mengatakan kepada Residen bahwa Yamtuan Muda telah pergi dengan dua puluh kapal untuk merebut kepulauan tersebut dengan paksa, tetapi setelah tiba, pengikut Sultan Husain menolak mereka untuk mendarat, sehingga mereka pergi ke tenggara pulau dan mengibarkan bendera sebelum kembali ke Riau. Husain kemudian menulis surat kepada saudaranya, Abdu’r-Rahman, untuk memprotesnya karena mencoba mengecualikannya dari haknya …” (R.O. Winstedt)

Konflik kewilayahan dan keamanan ini, dibalas pihak Belanda dan kesultanan Riouw Lingga dengan mengirimkan perwakilan mereka untuk mengibarkan bendera kesultanan Riouw Lingga di bumi Karimun. Sementara pihak residen Belanda di Tandjoeng Pinang, meminta pengiriman sejumlah kapal perang ke wilayah itu dari Batavia.

Dalam catatan Raja Ali Haji di kitab Tuhfat Al Nafis ditulis:

“… Sekarang, Sultan Singapura memungkinkan Sayid Akil untuk membangun sebuah rumah dan membuka tambang di Pulau Karimun. Y. T. Muda mengirim Engku Sayid Muhammad Zin al-Kudsi untuk menanam bendera Riau di sana. Tetapi, Sultan Selat tidak perduli. Y. T. Muda Raja Jafar, dibantu oleh Residen Riau, kemudian mengusir Sayid Akil dan para pembantunya dari Karimun …’

Pelabuhan Bebas Riouw 1828

PERSAINGAN Belanda dan Inggris, terutama paska perjanjian London 1824 yang membagi wilayah kekuasaan keduanya, juga mendorong pemerintah kolonial Belanda menerbitkan kebijakan pelabuhan bebas di perairan Riouw pada 1828. Melalui peraturan nomor 14, mereka resmi menjadikan wilayah perairan Riouw sebagai pelabuhan bebas untuk menyaingi dominasi pelabuhan dagang Singapura yang saat itu dikuasai Inggris.

Kebijakan tersebut berlaku efektif pada 1 Januari 1829. Imbasnya, mereka perlu menjamin keamanan dalam aktifitas perdagangan di wilayah ini.

Bandar Rhio/Riouw di Tanjungpinang, sekitar tahun 1874. © Universiteit Leiden, Netherland

Kondisi perekonomian negeri Riouw Lingga kala itu, tidak bisa dikatakan baik. Secara perdagangan, bandar Riouw di Tandjoengpinang kalah bersaing dengan bandar Singapura yang dikelola oleh Inggris. Pun, walaupun sebelumnya, pemerintah kolonial Belanda telah membebaskan pengenaan barang dagangan ekspor dan impor di wilayah ini sejak tahun 1923. Melalui besluit nomor 26 yang diterbitkan pada 22 Desember 1823, pemerintah kolonial Belanda sebenarnya juga telah membebaskan pengenaan bea untuk barang dagangan yang akan dikirim atau datang dari dan ke luar wilayah Riouw.

Kapal-kapal dagang dari ‘Negeri di atas angin’ lebih memilih bandar Singapura. Kebijakan yang diterapkan pemerintah kolonial, hanya sedikit berimbas pada kegiatan lego jangkar kapal-kapal dari ‘negeri di atas angin’ itu pada perairan di sekitar Teloek Boolan (Teluk Tering di pulau Batam). Mereka memanfaatkan waktu tunggu bongkar muat barang dengan biaya lebih murah di teluk perairan sebelah timur Batam masa itu sebelum bergerak ke Singapura. (James Horsburg, 1826)

Potongan peta pulau Batam masa lalu dengan teluk Boolan dan Pulo Nongsa. Data penamaan lokasi merupakan hasil survei Kapten Daniel Ross pada tahun. 1827. © National Library Board Singapura, 1846

PENERAPAN pelabuhan bebas di bandar Riouw dan perairan sekitarnya, diawali tahun 1827, ketika Pemerintah Hindia Belanda mengangkat Majoor CPJ Elout sebagai Residen Riouw yang juga merangkap sebagai komandan militer di Riouw. (Groninger courant, 25-05-1827). Ia menggantikan L. Graaf van Ranzow dan mulai menerapkan pemerintahan militer.

Pengangkatan Elout, diduga terkait dengan pengamanan maksimum yang perlu dilakukan pada kawasan di sekitar perairan Riouw Lingga, terutama di perairan sekitar selat Singapura (Singapore Straat) yang menjadi garis pembagi wilayah kekuasaan Inggris di sisi Utara (Singapura dan Semenanjung Malaya) dan Belanda di sisi selatan (Riouw Lingga).

Sementara, untuk menjawab tuduhan Inggris terhadap keterlibatan pihak kesultanan dalam sejumlah aksi perompakan di sekitar selat Singapura, pihak Belanda beberapa kali melakukan konsultasi dengan pihak kesultanan Riouw Lingga. Hal itu sekaligus untuk menjamin rasa aman bagi kapal-kapal dagang yang menggunakan perairan Riouw sesuai kebijakan pelabuhan bebas yang segera diterapkan mereka.

Seperti yang tercatat dalam dokumen arsip surat Sultan Riouw Lingga, Sultan Abdurrahman pada 8 Jummadilawwal 1243 Hijriah (sekitar 18 Desember 1827) yang ditujukan kepada Residen Riouw, C.P.J Elout. Sultan Abdurrahman menyatakan kesediaannya membantu pengamanan wilayah perairan Riouw.

“… Kami ingin memberitahu bahwa kami telah memahami isi surat Anda, dan kami setuju dengan permintaan Anda untuk mengirimkan orang kami kepada Anda. Kami berharap bahwa ini adalah tanda kasih sayang dan persahabatan antara kita. Demikianlah, dengan hormat.

Ditulis di Lingga, pada hari Rabu, tanggal 8 bulan Jumadilawal, tahun 1243.” (Maleische Leesboek – Voor En Eerstbeginnenden, Tweede Stukje)

Paska perjanjian London, gesekan kepentingan dengan Inggris memang masih terjadi.


PENGANGKATAN Elout (saat itu masih Mayor), kemudian disusul keluarnya resolusi Pemerintah Kolonial Belanda pada 23 September 1828 No. 14. yang menetapkan Pelabuhan di Riouw (Tandjoeng Pinang) sebagai pelabuhan bebas.

RIOUW DIJADIKAN PELABUHAN BEBAS.

RESOLUSI. (No. 14.)

BATAVIA, 23 September 1828.

Letnan Gubernur Jenderal dalam Dewan;

Menimbang bahwa Keputusan Kerajaan tanggal 10 April tahun ini, No. 104, yang dibahas dalam Resolusi tanggal 19 Agustus, No. 30, yang menyatakan Riouw sebagai pelabuhan bebas, belum dimasukkan dalam Lembaran Negara dan penting untuk melakukannya;

Telah diputuskan untuk menentukan bahwa Keputusan Kerajaan tanggal 10 April tahun ini, No. 104, seperti yang terlampir pada Resolusi ini, akan dimasukkan dalam Lembaran Negara.

Kami WILLEM, OLEH KARUNIA TUHAN, RAJA BELANDA, BANGSAWAN ORANJE-NASSAU, ADIPATI AGUNG LUXEMBURG, DAN SEBAGAINYA.

Menimbang bahwa pelabuhan Belanda Riouw, yang terletak di pintu masuk Selat Malaka di Hindia Timur, menawarkan keuntungan yang, di bawah ketentuan yang tepat, dapat menyebabkan perluasan perdagangan dan kemakmuran;

Melihat laporan dari Menteri Angkatan Laut dan Koloni kami, tanggal 21 dan 31 Maret tahun ini, No. 77 dan 72;

Mendengar Menteri Luar Negeri kami;
Telah memutuskan dan memutuskan:

Pasal 1. Pelabuhan Belanda Riouw, yang terletak di pintu masuk Selat Malaka di Hindia Timur, akan menjadi pelabuhan bebas mulai 1 Januari 1829, di mana semua barang dapat diimpor dan diekspor tanpa membayar pajak, biaya pelabuhan, atau biaya lain-lain, dan tanpa formalitas lain selain deklarasi sederhana muatan mereka.

Pasal 2. Gubernur Jenderal dalam Dewan Hindia Belanda diberi kuasa untuk, pada kesempatan tertentu, memberlakukan peraturan sementara untuk impor dan ekspor kebutuhan perang di Riouw, yang akan dianggap perlu, dan dalam setiap kasus melapor kepada Departemen Koloni tentang langkah-langkah yang diambil dan keadaan yang menyebabkannya.

Menteri Angkatan Laut dan Koloni kami bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan ini, yang akan diberikan salinannya kepada Menteri Keuangan dan Menteri Luar Negeri kami untuk informasi dan bimbingan.

Diberikan di Gravenhage, 10 April 1828, tahun kelima belas pemerintahan kami.

(Ditandatangani)

WILLEM,

Atas nama Raja,

(Ditandatangani)

J. G. DE MEY VAN STREEFKERK.

Sesuai dengan aslinya:

Panitera Sekretariat Negara,

(ditandatangani)

L. H. ELIAS SCHOVEL.

Untuk salinan yang sesuai:

Sekretaris Jenderal Kementerian Angkatan Laut dan Koloni,

(Ttd.)

QUARLES VAN UFFORD.

Sumber : Verzameling Van Allen Thans Van Kracht Zijnde Wetten, Besluiten En Reglementen Betreffende Koophandel, Scheepvaart, Landbouw En Nijverheid in Netherlandsch Indie, Alles in Geleidelijke Orde Gerangschikt (Kumpulan Semua Hukum, Keputusan dan Peraturan yang saat ini Berlaku Mengenai Perdagangan, Pelayaran, Pertanian dan Industri di Hindia Belanda) disusun oleh S.J. Cohen. Seorang Advokat di Amsterdam, 1853.

Bandar Riouw yang Sepi

DALAM catatan seorang pelaut Inggris, George William Earl pada kunjungannya ke Riouw masa itu, bandar Riouw di Tandjoengpinang dideskripsikan sangat sepi dari aktifitas perdagangan:

“…Saat tiba di bandar Tandjoeng Pinang yang juga menjadi ibukota residensi Riouw/Rhio Lingga itu, tidak ada tanda-tanda aktivitas komersial. Hanya ada sebuah kapal tunggal terletak di pelabuhan dekat kota, tetapi tidak ada awak kapal di atasnya. Pada bagian dermaga yang memiliki pelantar panjang menghubungkan ke darat, hanya terlihat beberapa awak kapal perang Belanda, yang dengan malas-malasan memperbaiki layar mereka …” (George Windsor William Earl, “The Eastern East or Voyages & Adventures in The Indian Archipelago“)

Sementara penjelajah Inggris lain, James Horsburg dalam catatannya tahun 1826, menyebut sebuah wilayah di Teloek Boolan, Batam mulai didatangi kapal pedagang asing, terutama dari Amerika Serikat untuk labuh jangkar. Di tengah sepinya bandar Riouw paska penerapan kebijakan pelabuhan bebas, wilayah teluk di pulau Batam itu, menjadi secercah harapan.

Mengenai toponimi nama Teloek Boolan yang identik dengan Teluk Belian atau Teluk Tering, bisa disimak pada artikel : ‘Orang Tring Bumban’ di Teloek Boelan’


AKHIRNYA, pada 22 Jumadil Akhir 1245 (sekitar 18 Desember 1829), Residen Riouw Lingga, C.P.J. Elout yang sudah menyandang pangkat militer letnan kolonel, resmi mengeluarkan surat tugas pengamanan kepada Raja Issa, anggota keluarga bangsawan Raja Muda yang diusulkan pihak kesultanan di pulau Penyengat untuk mengamankan perairan sekitar Pulo Nungsa yang berada di selat pembagi Inggris – Belanda dan berdekatan dengan teloek Boelan.

Saat itu, ia bermukim di pulau Nipa (Angup, pen) dekat selat Singapura. Untuk tugas menangani dan menjamin keamanan perairan di sekitar Pulo Nongsa yang berdekatan dengan Teluk Boolan, Raja Issa dan keluarga kemudian berhijrah ke sungai Nungsa.

Tentang aktifitas orang-orang Raja Issa di Teloek Boolan pada sekitar tahun. 1835, bisa disimak pada catatan: “Orang Tring Bumban di Teloek Boelan“.

Muara sungai Nongsa, tempat tinggal Raja Issa dan orang-orangnya di masa lalu. © F. Bintoro Suryo

Berhijrah ke Sungai Nungsa, Menavigasi Perairan

RAJA Issa yang baru beberapa tahun berhijrah dari muara sungai Muar ke pulau Tring dekat Singapura, kemudian ditunjuk untuk mengamankan wilayah perairan sekitar Pulo Nungsa di selat Singapura. Surat penugasannya, diterbitkan pada 18 Desember 1829 oleh residen Belanda di Tandjoeng Pinang, Letnan Kolonel C.P.J. Elout atas sepengetahuan Sultan Riouw Lingga.

Wilayah pesisir di bagian Utara Batam pada masa lalu tersebut, lazim dikenal dengan nama Nungsa/Nongsa. Ini sejalan dengan pencatatan nama lokasi itu pada dokumen-dokumen lama Belanda.

Dalam surat tugas, dijelaskan juga bahwa raja Issa diminta menunjukkan surat tugasnya kepada para pedagang kapal dari negeri di atas angin (kelompok kapal pedagang asal India, Arab, Persia dan Eropa) yang melintas di selat sibuk tersebut, jika ragu dengan penugasannya.

Penugasan itu, diharap bisa memberi jaminan keamanan kepada kapal-kapal dagang asing yang melintas di sekitar selat Singapura, khususnya di perairan Pulo Nungsa serta mereka yang melakukan kegiatan labuh jangkar di sekitar perairan teluk Boolan.

Petikan surat penugasan Raja Issa dari Residen Riouw, C.P.J. Elout:

“Demi Yang Dipertuan Besar di negeri atas angin – demi Paduka Gubenur Jenderal atas rantau di bawah angin.

Bahwa berhajat supaya barang siapa yang memegang pekerjaan di bawah perintah sri paduka tuan Sultan yang bertahta Lingga dengan segala daerah takluknya boleh menunjukkan surat kuasa daripada pihak residen Nederland yang duduk di Riouw adanya.

Maka adalah kita Elout yang memegang pangkat letnan kolonel dan Residen Riau memberi surat ini kepada Engku Raja ‘Issa akan menjadi zahir Engku Raja ‘Issa itu demi Sultan dan demi Yang Dipertuan Riau adalah memegang perintah atas Nongsa dan rantaunya sekalian.

Syahdan apabila Engku Raja ‘Isa berjumpa dengan orang dari “Negeri atas Angin” hendaklah dia menunjuki surat ini supaya dia orang boleh kenal dengan dia demikianlah adanya …” (lihat: ANRI)

Kampung Nungsa saat Kedatangan Raja Issa

SAAT kedatangan Raja Issa ke kampung di ujung Utara Batam itu, telah ada penduduk yang bermukim di sana. Seperti digambarkan oleh seorang pendeta asal Prusia bernama Ebernhard Hermann Rottger dalam catatannya “Berigten Omtrent Indie, Gedurende Een Tienjarig Verblijf Aldaar“. Baca : “Pulo Nongsa dan Perairan Sekitarnya“.

Dalam catatan Rottger, tempat tinggal Raja Issa di Nungsa saat itu, berada di muara sungai yang agak terpisah dari tempat tinggal penduduk pada umumnya yang berada di pinggir pantai.

Komplek makam tua di puncak bukit Tanjung, Nongsa. Diperkirakan telah ada sejak abad ke-14. © Bintoro Suryo

Sementara dalam laporan J.G. Schot dalam dokumen “De Battam Archipel” yang terbit pada 1882, diketahui bahwa wilayah pesisir bagian Utara Batam itu telah dihuni orang dari Bintan dan juga Pahang sejak ratusan tahun sebelumnya. Baca : “Catatan J.G. Schot tentang Kepulauan Batam (Bagian V – VII)“.

Potongan peta kuno berjudul ‘Nauwkeurige kaart van het oostlijk gedeelte van Straat Malacca’ yang dibuat kartografer Belanda, Braam Houckgeest dan Andreas van Everardus, diadopsi dari peta buatan Kartografer Perancis Apres de Mannevillette dan Jean-Baptiste Nicolas d’ Denis terbitan tahun 1769. Mendeskripsikan kampung Nongsa di ujung Utara pulau Batang (Batam) yang telah ada masa itu. © Universiteit Leiden Netherland/ koleksi pribadi

Penyebutan nama wilayah Nungsa dalam surat tugas Residen Belanda kepada Raja Issa yang saat itu tinggal di pulau Nipa (Pulau Angup pen.), menyimpulkan wilayah di ujung Utara pulau Batam itu telah bernama demikian sejak sebelum masa kedatangan Raja Issa.

Toponimi nama ‘Nong Isa’ yang disebut merupakan panggilan kecil Raja Issa, belum pernah ditemukan dalam arsip dokumen-dokumen sejarah yang berkaitan Nongsa dan pulau Batam di masa lalu. Penyebutan nama ‘Nong Isa’ yang merujuk pada Raja Issa, muncul dalam dongeng cerita rakyat untuk siswa sekolah dasar yang dikarang oleh sastrawan B.M. Syamsudin pada 1996; “Cerita Rakyat dari pulau Batam”.

Gambar sampul buku dongeng “Cerita Rakyat dari Batam”

Sebuah buku bacaan anak, seri pendidikan budaya yang diterbitkan oleh GM Rasindo untuk memenuhi muatan lokal tentang cerita dan dongeng rakyat bagi siswa/i sekolah dasar di provinsi Riau (pada tahun 1996, Kepulauan Riau masih bergabung dalam propinsi induk, Riau).

(*)

Bersambung

KAITAN:BATAMhistorynong isanongsaraja isaRaja Issasejarah
Sebarkan Artikel Ini
Facebook Whatsapp Whatsapp Email Copy Link
Artikel Sebelumnya “Raja Issa Bersaudara Dalam Catatan Raffles & Begbie”
Tidak ada komentar Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ikut Berkontribusi sebagai Volunteer

Kami adalah bagian dari komunitas yang mengembangkan literasi digital, media monitoring dan penyelamatan lingkungan hidup.
Ikut Bergabung

UPDATE

Konflik Persaingan Inggris – Belanda, Ancaman Perompakan
History
11 Desember 2025
141 x dilihat
“Raja Issa Bersaudara Dalam Catatan Raffles & Begbie”
History
7 Desember 2025
118 x dilihat
Dalam Konflik Kekuasaan Ayah, Raja Issa dari Sambas ke Muar
History
6 Desember 2025
135 x dilihat
Gunung Papan dan Rencana ‘Green Industry’
Impresi
3 Desember 2025
66 x dilihat
Barang Masa Lalu Penduduk Kepulauan Batam
History
1 Desember 2025
54 x dilihat

POPULER

Humaniora

Selat Panjang ; “Tanah Jantan”

Oleh Bintoro Suryo
2.5k x dilihat

Kapan Pemerintahan Kota Batam Berdiri?

Oleh Bintoro Suryo
2.1k x dilihat

Menelusur Nongsa Masa Lalu

Oleh Bintoro Suryo
2.1k x dilihat

Apa Yang Bisa Kita Pelajari Dari Pohon?

Oleh Andri Susi
2k x dilihat

Ikuti Kami:

Akses Cepat

  • YLGI
  • GoWest.ID
  • Sultan Yohana
  • Beplus Indonesia

Fitur

  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kebijakan Privasi

Catatan Kuki

Situs kami menggunakan third parties cookies untuk meningkatkan performa konten dan artikel yang diterbitkan

Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?