Bintoro SuryoBintoro SuryoBintoro Suryo
  • Catatan
    • Cerita
    • Humaniora
    • Lingkungan
    • History
  • Pandang Dengar
    • Potret
    • Inspirasi
  • Persona
    • Otak Lelaki
    • Puan
    • Keluarga
    • Kanal Teman
  • Sisi
    • Varia
    • Fiksi
    • Impresi
    • NulisRingkas
Bintoro SuryoBintoro Suryo
  • Catatan
  • Pandang Dengar
  • Persona
  • Sisi
Cari
  • Catatan
    • Cerita
    • Humaniora
    • Lingkungan
    • History
  • Pandang Dengar
    • Potret
    • Inspirasi
  • Persona
    • Otak Lelaki
    • Puan
    • Keluarga
    • Kanal Teman
  • Sisi
    • Varia
    • Fiksi
    • Impresi
    • NulisRingkas
Ikuti Kami
Copyright 2004 - 2025, bintorosuryo.com. Desain oleh Beplus Indonesia
Impresi

Metamorfosa Lingua Franca; Indonesia

Oleh Bintoro Suryo
Diterbitkan pada: 29 Oktober 2025
65 x dilihat
Sebarkan
Wilayah perairan sekitar Moro - Sugi di Kepulauan Riau dengan penduduk yang tinggal di pesisir dan menjadi penutur bahasa Melayu. © F. Pardomuan/ bintorosuryo.com

BAHASA Indonesia yg diikrarkan pada momen sumpah pemuda, awalnya berasal dari bahasa yang telah digunakan sebagai lingua franca di banyak wilayah tanah melayu sejak abad ke-7. Paling tidak, sejak era Sriwijaya dan masa proto melayu di nusantara.

Penyebarannya massif, seiring ekspansi Sriwijaya ke berbagai wilayah di nusantara masa itu. Ditulis dengan huruf Pallawa, berbahasa Melayu kuno. Seperti prasasti yang ditemukan di Kedukan Bukit, Sumatera Selatan. Prasasti itu, jadi prasasti berbahasa Melayu tertua yang pernah ditemukan di bumi Nusantara kita.

Di Karimun, Kepulauan Riau, pada masa yang kurang lebih sezaman di masa Sriwijaya, sebuah prasasti ditemukan di wilayah Pasir Panjang. Namun, aksara yang digunakan lebih mirip dengan aksara Rañjana atau Lantsa yang sebagian besar digunakan oleh penganut Mahāyāna di daerah Nepal dan Tibet. Prasasti itu tidak berbahasa Melayu kuno, tapi Sansekerta.

Pulau Karimun Besar, tempat ditemukannya prasasti, sebenarnya bukan merupakan daerah penting dalam dunia pemerintahan masa lampau Sriwijaya. Tapi masuk dalam wilayah hegemoni. Penggunaan bahasa Sansekerta, menyiratkan penggunaannya yang sudah mencapai Karimun pada masa lalu.

Bahasa sansekerta diduga lebih rumit dibanding Melayu kuno. Ini yang menyebabkan munculnya dugaan pemahaman tentang bahasa Melayu yang lebih berkembang sebagai bahasa tutur antar wilayah sejak masa lalu.

Bahasa yg dituturkan itu, kemudian jadi lingua Franca. Mungkin karena faktor politis. Hegemoni kekuasaan Sriwijaya. Juga, didukung kosa kata yang mudah dipelajari. Tuturannya sederhana, tidak mengenal tingkatan kasta.

Beberapa abad kemudian, seiring masuknya pedagang Arab dan pengaruh Islam, penulisan bahasa ini mulai menggunakan tulisan arab. Biasa disebut arab gundul atau arab Melayu.

Mulai populer di wilayah-wilayah kekuasaan kerajaan Islam. Seperti Demak, Bima, Banten, Malaka, Riau Johor Lingga, Mempawah, Sambas, Sukadana dan lainnya.

Catatan Tome Pires, penulis Portugis di ‘Suma Oriental’, penutur bahasa ini sudah meluas di hampir seluruh nusantara saat kedatangan bangsa Eropa, abad 15. Jauh sebelum masa kerajaan Riau Lingga.

Saat Belanda menguasai wilayah nusantara, mereka juga mempelajari bahasa ini, untuk kepentingan mereka. Ada kamus hingga buku pelajaran menggunakan bahasa Melayu yg diterbitkan mereka sejak abad 18 dengan pusat di Batavia.

Melalui lembaga kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang didirikan di tahun 1778, Bataviaasch Genootschap, bahasa Melayu yg sudah jadi bahasa tutur sejak ratusan tahun lalu, mulai disusun sebagai salah satu pokok bahasan. Materinya berupa kamus bahasa hingga bahasa pengantar pelajaran di sekolah-sekolah. Seperti dokumen-dokumen tentang struktur dan tata bahasa Melayu yg disusun J.J. Hollander pada 1800-an.


RAJA Ali Haji, merupakan bagian dari alur perkembangan bahasa ini di Nusantara, di negeri Riau Lingga, pada masa selanjutnya. Beliau menulis banyak karya sastra berbahasa melayu yang dipublikasi dari pulau Penyengat, Kepulauan Riau sekarang.

Di bagian Nusantara lain pada rentang masa berbeda, penulisan karya-karya sastra berbahasa Melayu juga dilakukan. Seperti misalnya oleh Hamzah Fansuri dari Barus dan Tun Seri Lanang di Aceh dan semenanjung Malaya. Atau bahkan Lie Kim Hoo, seorang sastrawan Melayu Tionghoa di Bogor.

Bahasa ini makin berkembang di wilayah tanah Melayu Nusantara. Sebagai bahasa tutur pergaulan dan pengantar dokumen resmi serta karya-karya sastra yg mudah dipahami penduduk pribumi. Hingga akhirnya dideklarasikan dengan nama bahasa Indonesia pada 28 Oktober 1928 di tanah Hindia Belanda.

Laman UGM (Universitas Gajah Mada) merilis, saat ini jumlah penutur bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu, diperkirakan mencapai lebih dari 250 juta jiwa. Beberapa sumber lain menyebutkan angka sekitar 252,4 juta (berdasarkan data tahun 2025) atau lebih dari 300 juta jiwa secara total (melibatkan penutur asli dan asing). 

Ada perbedaan signifikan dalam beberapa kosa kata, dibanding bahasa Melayu yang jadi sumber awal. Itu dipengaruhi berbagai faktor. Seperti dialek, sejarah, dan serapan dari bahasa asing, seiring berjalannya waktu. Pengaruh bahasa sansekerta, Arab, Tionghoa dan Belanda, cukup dominan dan menjadi warna pembeda dibanding bahasa serumpunnya.

Bahasa Indonesia sekarang menduduki peringkat ke-10 di dunia berdasarkan jumlah penuturnya dan merupakan bahasa dengan pertumbuhan signifikan di Asia Tenggara. 


NAMA Indonesia mulai populer berkat tulisan Adolf Bastian, Etnolog Jerman yang menyebut tanah Hindia Belanda masa itu sebagai Indonesia di tahun 1883. Bastian menukil catatan seorang ahli etnologi Inggris, George Samuel Windsor Earl beberapa puluh tahun sebelumnya.

Dalam catatan Earl di ‘Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia’ tahun 1850, ia pernah mengusulkan nama bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masa itu dengan nama : Indunesia atau Malayunesia.

Kata ‘Indunesia’ usulan Earl itu, di kemudian hari dipopulerkan oleh Bastian sebagai ‘Indonesia’ pada dokumennya. Mulai dikenal sebagai penyebutan lain untuk wilayah bernama Hindia Belanda di Eropa (Netherland Indische).

Sebutan ‘Indonesia’ makin populer hingga resmi disematkan sebagai salah satu entitas di tanah Hindia Belanda pada 28 Oktober 1928 oleh orang pribumi kita.

Selamat merayakan Hari Sumpah Pemuda.

(*)

Browse by Category

  • Cerita
  • Fiksi
  • History
  • Humaniora
  • Impresi
  • Inspirasi
  • Kanal Teman
  • Keluarga
  • Lingkungan
  • NulisRingkas
  • Otak Lelaki
  • Potret
  • Puan
  • Varia
KAITAN:BahasaINDONESIALingua Francamelayu
Sebarkan Artikel Ini
Facebook Whatsapp Whatsapp Email Copy Link
Artikel Sebelumnya “Gunung Ranai yang Menjulang, Kekah yang Malang”
Tidak ada komentar Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ikut Berkontribusi sebagai Volunteer

Kami adalah bagian dari komunitas yang mengembangkan literasi digital, media monitoring dan penyelamatan lingkungan hidup.
Ikut Bergabung

UPDATE

Metamorfosa Lingua Franca; Indonesia
Impresi
29 Oktober 2025
65 x dilihat
“Gunung Ranai yang Menjulang, Kekah yang Malang”
History
16 Oktober 2025
84 x dilihat
“Menyusur Kampung-kampung di Boengoeran”
History
9 Oktober 2025
86 x dilihat
Boengoeran, Belle Isle di Kepulauan Tujuh
History
26 September 2025
130 x dilihat
Siantan: Di Kampung Melayu dan Orang Cina
History
20 September 2025
151 x dilihat

POPULER

Humaniora

Selat Panjang ; “Tanah Jantan”

Oleh Bintoro Suryo
2.3k x dilihat

Kapan Pemerintahan Kota Batam Berdiri?

Oleh Bintoro Suryo
2k x dilihat

Menelusur Nongsa Masa Lalu

Oleh Bintoro Suryo
2k x dilihat

Nyekar : Idul Fitri 1438 Hijriah

Oleh Andri Susi
1.9k x dilihat

Ikuti Kami:

Akses Cepat

  • YLGI
  • GoWest.ID
  • Sultan Yohana
  • Beplus Indonesia

Fitur

  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kebijakan Privasi

Catatan Kuki

Situs kami menggunakan third parties cookies untuk meningkatkan performa konten dan artikel yang diterbitkan

Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?