Bintoro SuryoBintoro SuryoBintoro Suryo
  • Catatan
    • Cerita
    • Humaniora
    • Lingkungan
    • History
  • Pandang Dengar
    • Potret
    • Inspirasi
  • Persona
    • Otak Lelaki
    • Puan
    • Keluarga
    • Kanal Teman
  • Sisi
    • Varia
    • Fiksi
    • Impresi
    • NulisRingkas
Bintoro SuryoBintoro Suryo
  • Catatan
  • Pandang Dengar
  • Persona
  • Sisi
Cari
  • Catatan
    • Cerita
    • Humaniora
    • Lingkungan
    • History
  • Pandang Dengar
    • Potret
    • Inspirasi
  • Persona
    • Otak Lelaki
    • Puan
    • Keluarga
    • Kanal Teman
  • Sisi
    • Varia
    • Fiksi
    • Impresi
    • NulisRingkas
Ikuti Kami
Copyright 2004 - 2025, bintorosuryo.com. Desain oleh Beplus Indonesia
History

Jejak Tanjung Uban; “Oil Town into Paradise” di Masa Hindia Belanda

Oleh Bintoro Suryo
Diterbitkan pada: 24 November 2023
1.2k x dilihat
Sebarkan

TANJUNG Uban adalah sebuah kota tua di bagian Utara pulau Bintan. Kota kecil itu sudah ramai sejak dulu karena letaknya yang strategis, selat Uban yang terletak di hadapannya, terhubung ke laut China Selatan.

Daftar Isi
  • Nama Tanjung Uban
  • Tanjung Uban di Masa Hindia Belanda
  • Tanjung Uban Paska Kemerdekaan

ADA aktifitas pelayaran yang Ramai di sana sejak dahulu. Dari perairan di hadapannya, terlihat banyak depo-depo minyak yang kini dikelola oleh Pertamina. Depo-depo tersebut sudah ada sejak zaman kolonial Belanda.

Menukil laman kemendikbud, Sejarawan Aswandi Syahri menulis sejarah Kota Tanjunguban di Kabupaten Bintan, tidak dapat dilepaskan dari pembangunan instalasi pangkalan minyak milik Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM).

Tidak berlebihan bila mengatakan bahwa tonggak penting sejarah Kota Tanjung Uban bermula ketika NKPM mulai membangun pangkalan minyak. Pangkalan minyak itu untuk menampung produksi kilang minyak Sungai Gerong di Sungai Musi, Palembang yang pembangunannya selesai sekitar tahun 1930.

Sejak saat itu, Tanjung Uban bergerak dari sebuah kampung nelayan menjadi kota kecil yang lebih ramai. Bahkan pada suatu ketika di tahun 1948, masyarakat di “kota minyak” dan semua pekerja di pangkalan minyak ini pernah mencapai taraf kemakmuran yang signifikan.

Semua barang kebutuhan pokok disubsidi, sehingga hidup bagaikan di surga. “Oil Town Into Paradise”, begitu tulisan Alan Wolstenholme dalam surat kabar The Straits Times, 28 Oktober 1948 untuk menggambarkan kota kecil Tanjung Uban di bagian Utara pulau Bintan saat itu.

Paska dikelola oleh Pertamina, Depo minyak di Tanjung Uban kini menjadi 10 Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Utama yang menerima FAME (Fatty Acid Methyl Eter) dan menyalurkan Biosolar 20 persen (B20) ke TBBM di sekitarnya di Indonesia.

Pertamina menyebut, TBBM Tanjung Uban sebagai Terminal Utama, diestimasikan bisa menyerap FAME sekitar 8.700 KL per-bulan. FAME yang diblending dengan Solar menjadi Biosolar atau B20, selanjutnya didistribusikan ke sejumlah TBBM sekitarnya antara lain TBBM Kijang, Kabil-Batam, dan Natuna.

Nama Tanjung Uban

Penamaan Tanjung Uban berdasarkan cerita rakyat yang berkembang ditengah masyarakat berasal dari sebuah pohon yang sudah tua, daun dan akarnya menjuntai ke bawah dan berwarna putih. Orang yang lihat dari laut, pohon itu seperti uban. Karena daratan di Tanjung Uban, menjorok ke laut, sehingga disebut tanjung.

Salah satu sudut kota tua Tanjung Uban, © F. bintorosuryo.com

Pohon itu letaknya di samping Keramat Tanjung Uban. Tapi kini sudah tak tersisa lagi. Dan pohon itu pun tak sempat diberi nama oleh penduduk. Tentang Keramat Tanjung Uban, diyakini adalah makam seorang ulama besar yang meninggal dalam perjalanan dari Semenanjung Malaka menuju Negeri Betawi di Sunda Kelapa.

Tanjung Uban di Masa Hindia Belanda

Pada masa Kesultanan Johor, Riau Lingga dan Pahang pada era Hindia Belanda, Tanjung Uban sudah ada. Pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Daeng Celak (1728-1745) telah diusahakan perkebunan gambir di Pulau Bintan (termasuk bahagian darat Tanjung Uban) yang dikerjakan oleh buruh-buruh Cina dan Melayu.

Sedangkan bahagian pesisir Tanjung Uban yang menghadap Selat Riau adalah daerah rawa-rawa yang pada umumnya dihuni oleh nelayan Melayu. Jadi pada abad ke 18, Tanjung Uban sudah ramai dihuni oleh masyarakat Melayu dan Cina.

Kapal ‘Stanvac Pendopo’ yang mengangkut minyak saat merapat di pelabuhan Tanjung Uban pada bulan Februari 1948. © Photo Copyright Harold Corsini – aukevisser.nl

Tanjung Uban menjadi lebih ramai setelah Pemerintah Hindia Belanda membangun tempat pengisian dan penyimpanan minyak pada tahun 1930 yang dikelola oleh STANVAC (Standard Vacuum Pertolium Company). Para pekerja Stanvac adalah orang Cina kanton yang didatangkan dari Singapura. Baru pada tahun 1932, Stanvac menerima pegawai anak-anak Melayu dan pendatang dari luar daerah.

Tahun 1934, orang-orang Cina mulai membuka warung-warung kopi dan toko-toko kelontong di Tanjung Uban. Di samping itu, didirikan juga Sekolah Cina di sekitar Kampung Cenderawasih. Tahun 1941, Pemerintah Hindia Belanda menjadikan Tanjung Uban sebagai pusat KNIL (Koninkelijk Nederlands Indisch Leger) untuk wilayah Residen Riau. Maka dibangunlah perumahan tentara yang sekarang menjadi Komplek TNI-AL

Tahun 1947, untuk membantu Angkatan Laut Belanda menjaga pantai dan penyelundupan maka Departemen Van Sheepvaat membentuk satuan tugas yang diberi nama ” Zee en Kustbeweking Dienst ” ( Dinas Penjagaan Laut dan Pantai ) yang berpangkalan di Tanjung Uban. Tahun 1949, Jawatan Pelayaran RI membangun asrama, dermaga, proyek air minum jago yang sekarang menjadi Komplek KPLP/Kesyahbandaran.

Tanjung Uban Paska Kemerdekaan

Berdasarkan SK.Provinsi Sumatra Tengah No.9/Dper/Ket/50 tanggal 8 Mei 1950 tentang otonomi Tingkat II Kepulauan Riau, dibentuk Kresidenan Tanjungpinang yang membawahi Kecamatan Bintan Selatan, Kecamatan Bintan Utara, Kecamatan Galang dan Kecamatan Batam. Dengan demikian secara pemerintahan, daerah Tanjung Uban telah menjadi Kecamatan sejak tahun 1950.

Salah satu bangunan tua di Tanjung Uban, © F. bintorosuryo.com

Sebelum tahun 1963, penduduk Kota Tanjung Uban menggunakan Dollar Singapura dalam transaksi jual-beli, seperti halnya penduduk Provinsi Kepulauan Riau lainnya. Rupiah Kepulauan Riau (KR) merupakan mata uang penduduk setelah terjadinya konfrontasi dengan Kerajaan Malaysia sebelum bergabung dengan Rupiah sebagai mata uang RI pada tahun 1964.

Walaupun penduduk Kota Tanjung Uban berasal dari berbagai etnis, seperti terlihat adanya kampung-kampung yang bernama: Kampung Jawa dan Kampung Bugis dalam kawasan ini, namun sehari-hari dalam berkomunikasi selalu menggunakan bahasa Melayu Kepulauan.

Tugu ‘Tanjung Uban’ di kota tua Tanjung Uban, © F. bintorosuryo.com

Saat ini, Tanjung Uban menjadi sebuah kelurahan dengan nama kelurahan Tanjung Uban Kota dan merupakan salah satu kelurahan yang ada di kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan.

(*)

Sumber : 'Tanjung Uban - p2k.stekom.ac.id 'Tanjunguban, ‘Kota Pelabuhan’ di Bintan' - kemendikbud.go.id 'Selayang Pandang tentang Asal-Usul Tanjung Uban' - kompasiana.com 'Kecamatan Bintan Utara' - bintantourism.com

Browse by Category

  • Cerita
  • Fiksi
  • History
  • Humaniora
  • Impresi
  • Inspirasi
  • Kanal Teman
  • Keluarga
  • Lingkungan
  • NulisRingkas
  • Otak Lelaki
  • Potret
  • Puan
  • Varia
KAITAN:bintanhistorysejarahTandjoeng OebanTanjung uban
Sebarkan Artikel Ini
Facebook Whatsapp Whatsapp Email Copy Link
Artikel Sebelumnya Pecong Kecil, Bajak Laut dan Kisah 7 Panglima Galang
Artikel Selanjutnya Orang Tionghoa, Nelayan Laut dan Ladang di Duriangkang
3 Komentar 3 Komentar
  • Ping-balik: Jejak Tanjung Uban; "Oil Town into Paradise" di Masa Hindia Belanda - GoWest.ID
  • Ping-balik: Jejak Tanjung Uban; “Oil Town into Paradise” di Masa Hindia Belanda - Informasi dari Sumber Terpercaya
  • Ping-balik: Jejak Tanjung Uban; “Oil Town into Paradise” di Masa Hindia Belanda - BatamBuzz

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ikut Berkontribusi sebagai Volunteer

Kami adalah bagian dari komunitas yang mengembangkan literasi digital, media monitoring dan penyelamatan lingkungan hidup.
Ikut Bergabung

UPDATE

Metamorfosa Lingua Franca; Indonesia
Impresi
29 Oktober 2025
70 x dilihat
“Gunung Ranai yang Menjulang, Kekah yang Malang”
History
16 Oktober 2025
84 x dilihat
“Menyusur Kampung-kampung di Boengoeran”
History
9 Oktober 2025
87 x dilihat
Boengoeran, Belle Isle di Kepulauan Tujuh
History
26 September 2025
130 x dilihat
Siantan: Di Kampung Melayu dan Orang Cina
History
20 September 2025
151 x dilihat

POPULER

Humaniora

Selat Panjang ; “Tanah Jantan”

Oleh Bintoro Suryo
2.3k x dilihat

Kapan Pemerintahan Kota Batam Berdiri?

Oleh Bintoro Suryo
2k x dilihat

Menelusur Nongsa Masa Lalu

Oleh Bintoro Suryo
2k x dilihat

Nyekar : Idul Fitri 1438 Hijriah

Oleh Andri Susi
1.9k x dilihat

Ikuti Kami:

Akses Cepat

  • YLGI
  • GoWest.ID
  • Sultan Yohana
  • Beplus Indonesia

Fitur

  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kebijakan Privasi

Catatan Kuki

Situs kami menggunakan third parties cookies untuk meningkatkan performa konten dan artikel yang diterbitkan

Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?